JAKARTA – Perempuan terutama kaum ibu memiliki andil besar menanamkan pendidikan anak dan kerukunan bangsa dan negara.
Penegasan ini disampaikan Ketua Komisi Perempuan, Remaja, dan Keluarga Majelis Ulama Indonesia (PRK-MUI)Prof Amany Lubis dalam kajian rutin bulanan di Aula Buya Hamka, Gedung MUI Pusat, Menteng Jakarta Pusat, Senin (12/2).
Hadir sebagai pembicara dalam kajian yang mengangkat tema “Peran Keluarga dan Remaja dalam Mencegah dan Menanggulagi Radikalisme dan Liberalisme” ini Direktur Pusat Kajian Timur Tengah Universitas Indonesia Luthfi Zuhdi dan Staff Khusus Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Muhammad Suaib Tahir.
Karena itulah, lanjut Amany, para ibu juga harus tahu apa itu radikalisme dan liberalisme dan bagaimana menyikapinya. “Kerukunan suatu bangsa itu berasal dari keluarga, para ibu harus pintar menyikapi masalah radikalisme dan liberalisme yang berujung pada kekerasan terhadap anak dan perempuan dan LGBT, “ kata Prof Amany.
Sementara itu Luthfi Zuhdi menegaskan pentingnya ketahanan keluarga dari radikalisme dan liberalisme. Dia mencontohkan salah satu faktor keterlibatan remaja dalam paham radikalisme adalah karena kekosongan fungsi ibu sebagai pengayom akibat perceraian misalnya.
“Kunci menghadapi hedonitas dan paham salah di zaman sekarang ada di keluarga, karena akibat perceraian anak tidak dapat pendidikan yang baik dan diambil alih oleh penyebar paham ini lewat medsos,“ ungkap Luthfi.
Menurut Luthfi, sistem keluarga dan kemasyarakatan terutama mereka yang tinggal di apartemen perlu dikaji ulang, pasalnya dalam apartement tersebut tidak ada kontrol seperti masyarakat yang memiliki RT dan RW,
Dia menyebutkan Depok saat ini terindikasi tingkat terinfeksi HIV terbesar, karena terlalu banyak apartemen, dan sistem masyarakat apartemen sangat jauh dari ideal untuk keluarga.”Jika ada RT RW ada kontrol terhadap lingkungan di apartemen semua individualis,” tutur dia.
Hal senada disampaikan Suaib Tahir. Dia menyatakan doktrinisasi radikalisme lebih mudah dimasukan kepada mereka yang tidak memilki dasar kuat dari keluarga. Radikalisme muncul karena target tidak memiliki pengetahuan yang kuat sebelumnya sehingga para remaja masuk pola rekrutmen mereka yang baru.
“Jika dulu baiat harus langsung sekarang sudah bisa daring dan penyebarannya sangat masif di media sosial, “ kata Staf Khusus Kedeputian I Bidang Pencegahan, Perlindungan, dan Deradikalisasi BNPT ini. (Ichwan/Nashih)