JAKARTA – Meski saat ini pemerintah gencar mencanangkan program vaksinasi, namun rupanya target pencapaian baru mencapai 25 persen dari target 70 persen yang direncanakan. Karenanya, keterlibatan Majelis Ulama Indonesia dipandang penting sebagai mitra strategis dalam suksesi vaksinasi untuk masyarakat.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Bidang Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Asrorun Ni’am Sholeh menyebut MUI punya kedudukan yang penting bagi umat. Dalam kasus penanganan pandemi Covid-19, MUI berperan dalam menjembatani kepentingan pemerintah dan masyarakat.
“Majelis Ulama Indonesia (MUI) menempatkan diri dalam perkhidmatannya sebagai khadimul ummah (pelayan umat). Dan karena posisinya itu, maka seluruh akivitas organisasi di lingkungan MUI melalui perangkat-perangkat organisasinya mengarahkan perkhidmatannya untuk kepentingan pelayanan umat,” ungkapnya dalam webinar Bangkit dari Covid-19 dengan Nalar dan Aksi Bersama Berlandaskan Nilai-Nilai Islam dan Fatwa MUI, Literasi Pandemi dan Pemulihan Ekonomi se-Kaltim, pada Kamis (7/10).
Karenanya, menurut kiai muda kelahiran Nganjuk itu, MUI turut merespons situasi pandemi dengan menerbitkan fatwa keagamaan terkait tata laksana beribadah selama wabah pandemi. Dia mengaku, fatwa tersebut terbit semata-mata demi menyeimbangkan al-kulliyat al-khams berupa hifdzuddin (perlindungan agama) dengan prinsip menjaga jiwa dan diri dari penularan wabah.
“Semata untuk menyeimbangkan al-kulliyat al-khams yang menjadi inti dari tujuan beragama kita. Menyeimbangkan antara komitmen menjalankan agama sesuai dengan ketentuannya sebagai manifestasi dalam hifzuddin, dan juga pada saat yang sama kita menjaga jiwa dan saudara-saudara kita dari wabah,” jelasnya pada webinar hasil kerja sama antara Komisi Infokom MUI dengan Kominfo itu.
Selain berperan sebagai pelayan umat, MUI juga punya posisi dan kedudukan sebagai shadiqul hukumah (mitra pemerintah) dalam kepentingan pemerintah. Utamanya dalam pengambilan public policy (kebijakan publik) yang terkait dengan masalah keumatan.
Menurut kiai yang pernah menjabat sebagai Ketua Komisi Perlindungan Anak itu, pemerintah perlu mendengar, menyerap, dan menginternalisasi pandangan keagamaan yang diwakili MUI. Karena itu, wujud komitmen MUI sebagai mitra pemerintah di antaranya adalah mengkontribusikan norma-nilai keagamaan yang bersifat publik. “Agar bisa dijadikan panduan kebijakan, dan juga pedoman. Misal dalam akselerasi penanganan vaksinasi,” ucapnya.
Kiai Ni’am menceritakan, dalam kasus akselerasi penanganan vaksinasi, pemerintah seringkali mendapati masalah sosiologis dan teologis dari masyarakat. Seperti meragukan kehalalan vaksin atau berpandangan bahwa vaksin berbahaya akibat informasi keliru dari media sosial. Maka MUI, sebagai pihak yang memiliki perhatian di bidang keagamaan akan melakukan telaah dan pemeriksaan, lalu penetapan atas kehalalan dan penggunaan produk vaksin.
“Maka Majelis Ulama Indonesia menyampaikan fatwa-fatwa keagamaan untuk dijadikan pedoman di dalam bermuamalah melalui media sosial. Menyampaikan pedoman di dalam hukum imunasi dan vaksinasi dengan perspektif fikih. Ini bagian dari fungsi perkhidmatan MUI,” terangnya kepada peserta webinar. (Dimas Fakhri Br/Nashih)