JAKARTA – Tahun baru Islam 1443 Hijriyah merupakan momentum spesial bagi umat Islam. Tahun Baru Islam sangat spesial karena menandakan momentun hijrahnya Nabi Muhammad SAW dari Makkah ke Madinah pada 622 Masehi. Tidak hanya itu, tahun baru Hijriyah juga menjadi awal penanggalan kalender Islam. Hijrah artinya pindah dari satu tempat ke tempat lain. Hal inilah yang dilakukan Rasul saat hijrah dari Makkah ke Madinah.
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH Cholil Nafis, menceritakan perjuangan Nabi Muhammad dalam hijrah bersama kaum Muslim dari Makkah ke Madinah.
Kiai Cholil menjelaskan makna hijrah yang dilakukan Nabi Muhammad tidak hanya berarti fisik semata, melainkan ada makna iman di dalamnya.
“Pada masa awal Islam itu berkembang, umat Muslim mengalami berbagai tekanan dari kaum kafir Quraisy di Makkah sehingga akhirnya turun perintah Allah untuk hijrah ke Madinah,” tutur Kiai Cholil saat diwawancarai Tim Redaksi MUI.OR.ID dalam rangka menyambut tahun baru hijriah pada Selasa, (10/8).
Kala itu, cerita Kiai Cholil, mereka yang beriman pada Muhammad sebagai Rasul Allah melanjutkan hijrahnya ke Madinah sebagai perwujudan mempertahan kan keimanannya.
Makna penting dari peristiwa hijrah Nabi Muhammad harus dimaknai umat Muslim saat ini sebagai upaya perubahan diri dari jalan kemaksiatan menuju ketaatan pada Allah SWT.
“Namun sekarang hijrah bukan lagi bermakna seperti itu, karena Makkah sendiri bukan lagi darul kufr melainkan sudah ada darul Islam. Oleh sebab itu, hijrah yang sekarang lebih ke arah perubahan diri dari kemaksiatan menuju ketaatan,” demikian Kiai Cholil menjelaskan.
Lebih lanjut, Kiai Cholil menjerangkan bahwa hijrah di zaman sekarang bisa diartikan sebagai perubahan menuju ke arah yang lebih baik.
Pengasuh Ponpes Cendekia Amanah, Depok, Jawa Barat ini menambahkan, dalam kehidupan sehari-hari, terkadang kita dihadapkan pada peristiwa yang mengharuskan meninggalkan hal yang sangat kita cintai, demi memenuhi perintah Allah SWT.
“Ini mirip dengan momentum Rasul dan kaum Muslim ketika harus meninggalkan kampung tercintanya, yakni kota Makkah. Semangat atau spirit seperti inilah yang patut untuk dijadikan contoh,” ujar Kiai Cholil.
Secara harfiah, hijrah memiliki arti berpindah tempat demi keamanan telah usai, dengan terjadinya Fathu Makkah (pembebasan Mekah). Sebagaimana sabda Nabi: “Tidak ada hijrah lagi, setelah al-Fath”.
Ditambahkan pria asal Madura ini, ada bentuk jijrah yang lain, yang tidak akan usai sampai hari kiamat, bahkan wajib dilaksanakan kita sebagai umat Islam kontemporer. Yaitu hijrah atau meninggalkan dosa dan maksiat.
“Hal yang bisa kita lakukan hijrah menuju keimanan misal dalam hal mencari ilmu, yang tadinya mungkin tidak ingat Allah menjadi ingat Allah atau yang tadinya belum menutup aurat berhijrah untuk menutup auratnya,” ujar Kiai Cholil.
Kiai Cholil menuturkan adapun hijrah dalam pemaknaan hadits adalah hijrah selamanya yang harus umat Islam lakukan. Hijrah bagaikan taubat, selamanya kita harus berubah ke arah kebaikan.
Ditekankan Kiai Cholil, peristiwa hijrahnya Nabi ke Madinah itu antara hidup dan mati, karena dalam perjalanan dari Makkah menuju Madinah terdapat berbagai tantangan dan rintangan yang harus Nabi Muhammad hadapi dan inilah yang harus kita petik hikmahnya.
“Hikmah yang bisa dipetik dari peristiwa hijrahnya Rasul. Pertama, Kita harus melakukan spirit perjuangan Nabi. Kedua, solidaritas antara kaum Muhajirin dan Anshar ketika peristiwa hijrah ini patut umat Muslim contoh, dan ketiga mau bersama Rasul dalam menegakkan kebenaran,” pungkas Kiai Cholil. (Hurryyati Aliyah/Angga)