JAKARTA – Qurban merupakan salah satu syariat yang telah ada sebelum masa Nabi Muhammad SAW. Tercatat dalam sejarah manusia pertama yaitu Nabi Adam, Allah telah menurunkan perintah berqurban kepada Qabil dan Habil sebagai simbolisasi pengorbanan hati dan taqwa atas perselisihan keduanya.
Tak hanya Nabi Adam, perintah berqurban turun pula kepada Nabi Ibrahim. Kisah kedua Nabi yang mulia ini diabadikan langsung oleh Alquran. Berbeda dengan Nabi Adam, Nabi Ibrahim diperintahkan oleh Allah SWT untuk menyembelih putranya Ismail.
Melihat perintah berqurban yang diturunkan kepada para Nabi di atas, tak terkecuali Nabi Muhammad, apakah sebenarnya hakikat berqurban? Mengapa Allah memerintahkan manusia untuk berqurban?
Perintah Berqurban dalam Alquran
Sebagaimana yang telah disinggung sebelumnya, perintah berqurban Allah SWT turunkan pula kepada Nabi Muhammad SAW beserta umatnya. Perintah yang diturunkan kepada agama Samawi ini termaktub dalam surat al-Hajj ayat 34:
وَلِكُلِّ اُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا لِّيَذْكُرُوا اسْمَ اللّٰهِ عَلٰى مَا رَزَقَهُمْ مِّنْۢ بَهِيْمَةِ الْةِ الْاَنْعَامِۗ فَاِلٰهُكُمْ اِلٰهٌ وَّاحِدٌ فَلَهٗٓ اَسْلِمُوْاۗ وَبَشِّرِ الْمُخْبِتِيْنَ ۙ
“Bagi setiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban) agar mereka menyebut nama Allah atas binatang ternak yang dianugerahkan-Nya kepada mereka. Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa. Maka, berserah dirilah kepada-Nya. Sampaikanlah (Nabi Muhammad) kabar gembira kepada orang-orang yang rendah hati lagi taat (kepada Allah).”
Dalam Tafsir Al-Misbah, Prof Quraish Shihab menjelaskan tujuan diperintahkan syariat berqurban kepada umat Islam dan umat terdahulu adalah sebagai upaya mendekatkan diri kepada Allah SWT. Cara tersebut dilakukan agar manusia menyadari kebesaran-Nya sekaligus mematuhi segala perintah-Nya.
Selain itu, pola kata yang digunakan pada ayat di atas yaitu mansakan yang berasal dari kata nasak yang memiliki arti menyembelih. Kata ini merujuk kepada tempat yang diartikan sebagai tempat penyembelihan.
Berdasarkan hal tersebut, sebagian ulama memperluas makna dari kata mansakan menjadi ibadah dan ketaatan secara umum. Dengan demikian, umat manusia telah diberikan Allah SWT ritual ibadah dan ketaatan dalam rangka mendekatkan diri kepada-Nya.
Tak hanya al-Hajj ayat 34 di atas, perintah berqurban secara spesifik Allah perintahkan dalam surah al-Kautsar ayat 2 sebagai berikut:
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْۗ
“Maka, laksanakanlah shalat karena Tuhanmu dan berkurbanlah!”
Pengorbanan
Telah disinggung sebelumnya, syariat berqurban dilakukan dengan segenap pengorbanan hati dan taqwa guna mendekatkan diri kepada Allah SWT. Kisah Nabi Ibrahim yang diperintahkan untuk menyembelih putranya Ismail, tentu tidak akan dilaksanakan apabila tanpa keteguhan hati yang kuat.
Secara manusiawi, seseorang tidak akan mungkin menyembelih darah dagingnya sendiri. Terlebih apabila kehadiran seorang anak merupakan dambaan bagi orang tua. Namun demikian, sikap yang lain ditunjukkan oleh Nabi Ibrahim dan putranya.
Mereka memiliki keyakinan teguh akan pengorbanan yang dipersembahkan kepada Allah SWT sebagai Tuhan Semesta alam. Begitu pula pergolakan batin dalam pelaksanaan qurban tersebut bukanlah hal yang mudah.
Sebagai manusia sekaligus seorang ayah, tentunya berulang kali berpikir untuk menyembelih anaknya. Akan tetapi perintah yang diturunkan bukan serta merta dari makhluk, melainkan dari Allah Ta’ala.
Pada akhirnya, Nabi Ibrahim membawa putranya ke suatu tempat untuk melaksanakan ritual qurban tersebut. Manakala Nabi Ibrahim mengarahkan pisau pada leher Ismail, Allah menggantikannya dengan hewan sembelihan. Kisah ini diabadikan dalam surat as-Shaffat ayat 104-108 berikut:
وَنَادَيْنَاهُ أَنْ يَا إِبْرَاهِيمُ قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيا إِنَّا كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْبَلاءُ الْمُبِينُ وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ وَتَرَكْنَا عَلَيْهِ فِي الْآخِرِينَ.
“Kami memanggil dia, “Wahai Ibrahim, sungguh, engkau telah membenarkan mimpi itu.” Sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat kebaikan. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Kami menebusnya dengan seekor (hewan) sembelihan yang besar. Kami mengabadikan untuknya (pujian) pada orang-orang yang datang kemudian.”
Demikian pula ayat ini berlaku pada syariat berqurban di masa Nabi Muhammad SAW dan umatnya. Melalui hewan yang dikurbankan di hari yang telah ditentukan, Allah SWT mengajak hamba-Nya untuk turut menyembelih egoisme yang bersemayam dalam diri.
Tindak-tanduk manusia yang kerap diselimuti hawa nafsu duniawi, Allah SWT berikan cara agar tetap tunduk dan patuh terhadap perintah-Nya. Sekilas, perintah menyembelih putranya yang turun kepada Nabi Ibrahim merupakan hal yang tidak akan mungkin dilakukan oleh seorang ayah.
Namun, di sanalah titik baliknya. Allah menginginkan manusia tidak menghamba pada nafsu diri. Sebab satu-satunya yang berhak disembah dan manusia menghambakan diri hanyalah kepada Allah Tuhan Semesta Alam. Hakikat berqurban yang merupakan simbolisme pengorbanan dan taqwa, menjadi jalan bagi manusia untuk mendekat kepada-Nya. Wallahu’alam.
(Isyatami Aulia, ed: Nashih)