JAKARTA—Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta pihak pengadilan untuk memvonis para pelaku Tindak Pidana Perdagangan orang atau TPPO dengan hukuman yang berat.
Hal ini disampaikan oleh Ketua Komisi Hukum dan HAM MUI, Prof Deding Ishak dalam keterangan yang diterima MUIDigital, Ahad (10/6/2023).
Prof Deding menyebut bahwa tindakan ini merupakan kejahatan kemanusiaan berat yang disebabkan oleh permasalahan yang kompleks, beragam dan modusnya yang terus berkembang.
“Untuk itu, dalam upaya memberantas TPPO dari hulu sampai hilir di Indonesia diperlukan sinergi dan harmonisasi dari seluruh pihak terkait,” ujarnya.
Sinergi dan harmonisasi yang diperlukan dalam memberantas kejahatan ini, sambungnya, di antaranya mulai dari keluarga, masyarakat, lembaga pendidikan, dunia usaha, organisasi masyarakat, hingga pemerintah daerah dan pusat.
“Penanganan kasus-kasus TPPO melalui aksi yang sinergis antara Kementerian PPPA, kepolisian, kejaksaan, dan Mahkamah Agung serta instansi dan lembaga terkait termasuk MUI harus ditingkatkan,” paparnya.
Selain itu, kata dia, dalam persoalan ini juga harus dilihat akar masalahnya yakni mengenai kesulitan ekonomi dan rendahnya pendidikan di daerah sumber perdagangan orang tersebut.
Oleh karena itu, lanjutnya, MUI mendorong agar semua pihak untuk mengatasi persoalan tersebut dengan sungguh-sungguh sebagai upaya untuk meminimalisir jumlah korban tindak kejahatan TPPO yang mayoritas adalah perempuan dan anak-anak.
“Juga pihak kepolisian dengan berbagai upaya mampu membongkar mafia TPPO. Serta pihak pengadilan juga agar memvonis para pelaku TPPO dengan hukuman yang berat, sehingga ada efek jera TPPO adalah kejahatan kemanusiaan,” tegasnya.
Sementara itu, dikutip dari Antara Menteri Koordinator Politik Hukum dan HAM (Menko Polhukam) RI Mahfud MD menyatakan bahwa kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang terjadi di Nusa Tenggara Timur sudah bisa dikatakan darurat.
“Sangat darurat, karena dari laporan yang diterima terhitung dari 2020, 2021 hingga 2022 jumlahnya ada sekitar 1.900 mayat pulang ke Indonesia dan yang paling banyak memang NTT,” katanya di Maumere, Kabupaten Sikka, Provinsi Nusa Tenggara Timur, akhir Mei lalu.
Kedatangan Menko Polhukam ke NTT sendiri bagian dari kunjungan kerjanya sekaligus untuk direncanakan akan memimpin upacara peringatan Hari Lahir Pancasila pada 1 Juni 2023 di Kabupaten Ende besok.
Dia mengaku dirinya ditunjuk oleh Presiden Joko Widodo untuk membentuk satuan tugas operasi khusus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
Presiden Joko Widodo ujar dia penanganan kasus TPPO dalam jangka pendek dan jangka menengah. Untuk jangka pendek sendiri ujar dia, dalam waktu bulan Juni nanti sudah harus jelas pemetaan dan tahapan serta langkah-langkah yang akan diambil terkait pelaku-pelaku TTPO.
“Nanti akhir Juni Presiden akan memanggil para menteri yang bersangkutan untuk membahas lebih lanjut soal langkah-langkah penanganan TPPO,” ujar dia.
Sementara untuk jangka panjangnya kata dia Presiden akan memperbaharui peraturan Presiden tentang gugus tugas TPPO itu sendiri. Dimana tambah dia akan ada perubahan struktur dan Kapolri akan menjadi ketua harian TPPO-nya.
Dia pun mengatakan TPPO itu sudah pasti ada sindikatnya, karena anehnya korban TPPO tinggalnya di NTT tetapi paspornya keluarnya di Pontianak atau keluar dari daerah yang lain.
“Tentu ini adalah sindikat. Nanti kita akan lihat dan akan kita perbaiki,” tegas dia. (Sadam Al-Ghifari, ed: Nashih)