JAKARTA- Sejak kemunculan virus Covid-19, Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah menetapkan banyak fatwa sebagai dasar pelaksanaan hal-hal yang berkenaan dengan urusan umat. Semua fatwa tersebut merujuk pada dua hal penting, yakni pentingnya menjaga keselamatan jiwa (hifdzun nafs) diri sendiri, keluarga dan orang sekitar, serta pentingnya ketaatan pada aturan pemerintah.
Demikian disampaikan Wakil Sekretaris Komisi Informasi dan Komunikasi Majelis Ulama Indonesia (Infokom MUI), Ustaz Moh. Nashih Nasrulloh pada webinar bertema “Keseimbangan Pemulihan Ekonomi dan Penanganan Kesehatan di Tengah Pandemi” pada Selasa, 26 Oktober 2021.
Dalam webinar kerjasama MUI dengan Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemkominfo) itu, Ustaz Nashih berujar bahwa dua hal penting tersebut dapat dicermati pada anatomi fatwa MUI, yang selama pandemik telah menerbitkan sebanyak 10 fatwa terkait Covid-19.
Adapun terkait poin ketaatan terhadap aturan pemerintah, pria lulusan Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir itu menyebut dapat dimaknai sebagai sejauh mana masyarakat mengikuti aturan seperti protokol kesehatan yang ditetapkan Satuan Tugas Covid-19.
“Makna dari ketaatan terhadap pemerintah di sini adalah bagaimana ketaatan kita untuk mengikuti protokol-protokol kesehatan yang telah ditetapkan setidaknya oleh Satgas Covid-19,” ucapnya.
Mengutip data Kementerian Keuangan, Ustaz Nashih mengatakan bahwa 69 persen ekonomi nasional ditopang oleh Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Namun menurutnya terdapat persoalan tersendiri yang perlu diperhatikan.
“Persoalannya itu keberanian kita untuk belanja di UMKM bermasalah. Sementara jika dipikir-pikir, kalau (kita)mau belanja (di) UMKM kita sendiri misal beli gorengan atau martabak di luar, ada muncul keresahan dan ketakutan sendiri terkait higienitas, keamanan, ataupun protokol kesehatan,” ujar pria yang juga Redaktur Republika.co.id itu.
Menurutnya, hal-hal seperti keresahan dan ketakutan semacam itu adalah pekerjaan rumah untuk mampu membangkitkan kembali kepercayaan masyarakat, yang tentunya untuk menghidupkan kembali UMKM.
Selanjutnya, pria lulusan magister UIN Jakarta itu kembali mengingatkan bahwa agar ekonomi bangkit, ada dua kunci yang harus terpenuhi, yakni ketaatan untuk menjaga diri sendiri, dan ketaatan untuk mematuhi kebijakan pemerintah.
Ia juga meyakini bahwa kebijakan pemerintah tidak akan bermaksud untuk mencelakakan masyarakat.
“Karena tasharraful imam (kebijakan dari seorang pemimpin) itu pasti manutun bil maslahah (terkait dengan kesejahteraan). Keputusan pemerintah tidak ada yang dimaksudkan untuk mencelakakan rakyatnya, (yakni) dalam konteks kebijakan protokol kesehatan di tempat didik maupun tempat ibadah,” tegasnya.
Terkait dengan pemulihan ekonomi, lanjut Ustaz Nashih, sudah sejalan dengan strategi ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah yaitu fokus pada kesehatan. Dengan fokus terhadap kesehatan, menurutnya masyarakat akan taat terhadap protokol kesehatan di era new normal.
Ustaz Nashih juga menyinggung soal upaya vaksinasi yang terganjal oleh hoaks di tengah masyarakat. Menurutnya, bila ditelusuri, mayoritas masyarakat cenderung sadar akan vaksinasi.
“Bila kita lihat data Kementerian Kesehatan dengan WHO (World Health Organization) akan muncul demografi bahwa sebaran vaksinasi di provinsi itu rata-rata di atas 50 persen. Jadi hanya dua provinsi yang sangat rendah, yakni Riau dan Sumatera Barat,” jelasnya.
Kesadaran akan vaksinasi, menurutnya, adalah tugas pemerintah dan harus disadari oleh masyarakat bahwa vaksinasi diperlukan untuk memulihkan ekonomi. Ia juga menuturkan pentingnya ada agen-agen edukasi kesehatan di tengah masyarakat.
“Untuk menyampaikan (seruan) kepada masyarakat jika ingin bangkit, atau (ingin) ekonomi kita pulih, kita tetap taat pada prokes (protokol kesehatan) sembari menggeliatkan lagi yang biasa dagang, ya dagang. Yang ekspedisi, ya ekspedisi,” tuturnya pada sesi kedua penyampaian materi itu.
Sebagai penutup, Ustaz Nashih kembali mengingatkan pentingnya menjaga kesehatan dan taat terhadap Prokes yang telah ditetapkan pemerintah sebagai anatomi fatwa MUI yang dikeluarkan selama pandemik sejak Maret sampai terakhir fatwa terkait vaksinasi.
Fatwa MUI berkaitan dengan Covid-19 berjumlah 10 fatwa, dengan lima di antaranya berkaitan dengan vaksinasi seperti Sinovac, Sinopharm, Astrazeneca, Pfizer, dan Anhui. (Dimas Fakhri Br./Angga)