JAKARTA – Fatwa Majelis Ulama Indonesia adalah bentuk pendampingan terhadap masyarakat saat bangsa Indonesia menghadapi pandemi Covid-19.
Pernyataan ini disampaikan Ketua MUI Bidang Dakwah, KH Cholil Nafis, M.A, Ph. D saat memberi sambutan dalam acara webinar Penguatan Peran Dai Milenial dalam Kebangkitan dari Dampak Covid 19, Sabtu (18/9).
Dalam webinar hasil kerjasama MUI dengan Kominfo itu, Kiai Cholil mengungkapkan alasan pentingnya melayani umat saat dilanda badai pandemi.
“Kondisi masyarakat ketika pandemi terbagi menjadi 3 golongan yaitu masyarakat yang percaya hanya dengan upaya artifical, kedua masyarakat yang percaya pada upaya langit dan bumi dan ketiga masyarakat yang tidak percaya dan hanya berlindung kepada Allah,” kata Kiai Cholil.
Merespons tiga golongan itu, Kiai Cholil menambahkan bahwa dengan adanya fatwa MUI di tengah masyarakat merupakan implementasi antara intelektualitas dan agama yang harus beriringan.
Apa yang dilakukan MUI, terang Pengasuh Ponpes Cendekia Amanah, Depok, Jawa Barat ini sesuai dengan perintah agama untuk terus memperdalam ilmu pengetahuan serta peningkatan akhlak yang tertuang dalam Surah Al-Alaq ayat 1.
“Secara moral agama, fatwa bisa menjadi wajib dilaksanakan sesuai dengan keyakinan keagamaan seseorang. Lebih dari itu, fatwa juga hadir sebagai pelayanan bagi umat,” tegas Kiai Cholil
Lebih lanjut, Kiai Cholil menjelaskan, selain hadirnya fatwa sebagai pelayanan yang diupayakan oleh MUI, masyarakat juga harus mengetahui kebutuhan menjalani vaksin di tengah pandemi. Alasannya, vaksin merupakan salah satu ikhtiyar mencegah penyebaran wabah Covid-19.
Ditambahkan Kiai Cholil, MUI sudah memfasilitasi data jenis vaksin yang telah terverifikasi halal. Dengan demikian informasi fatwa halal tersebut bisa digunakan oleh masyarakat luas.
Ditekankan Kiai Cholil, jika ternyata salah satu jenis vaksin memiliki kandungan dari unsur babi, maka dalam keadaan darurat boleh digunakan seperti pada vaksin jenis Astrazeneca.
“Di samping beberapa hal yang telah disinggung di atas. Umat muslim Indonesia yang mencapai 87,2 persen dari jumlah warga negara Indonesia harus mampu mengembangkan kreativitas untuk memperkuat perekonomian,” ujar Kiai Cholil.
“Terlebih umat muslim di Indonesia harus bisa mengkombinasikan antara pragmatisme dan idealisme atau antara maqashid syariah dan kejadian kontekstual yang terjadi pada masa kini,” lanjutnya.
Di akhir sambutan, Kiai Cholil menyampaikan bahwa media dakwah yang sudah melebar luas melalui media sosial harus diisi oleh Dai yang memiliki kapasitas keilmuan.
Kata Kiai Cholil, seorang Dai terlebih dahulu harus memenuhi tiga faktor penting dalam berusaha yaitu SDM yang berkualitas, jejaring sosial dan finansial yang memadai. (Isyatami Aulia/Angga)