Makassar, muisulsel.or.id – Setiap orang pasti ada konsensus yang pernah dicanangkan, baik itu konsensus secara kekeluargaan dengan keluarga sendiri maupun konsensus berhubungan dengan pekerjaan atau tugas khusus, sebagai profesi atau sebagai pejabat.
Ada dua etika menyikapi konsensus itu pertama sikap individu melaksanakan konsensi itu, kedua sikap bersama orang lain melaksanakan konsensus itu.
Untuk terpenuhinya tuntutan setiap konsensus maka Al-Qur’an memerintahkan kepada individu perindividu untuk menyikapi konsensus itu secara adil, agar implementasinya secara umum dan implikasinya bisa otomatis terlaksana.
{وَلا تَنقُضُواْ الأَيْمَانَ بَعْدَ تَوْكِيدِهَا} [النحل: 91].
Dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah(mu) itu, sesudah meneguhkannya
وقال تَعَالَى: {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَوْفُوا بِالْعُقُودِ} [المائدة: 1].
Hai orang orang beriman tunaikanlah akad akaf kalian.
Larangan pada tiap muslim melanggar sumpah sumpah setelah dicetuskan adalah perintah implementasi terhadap konsensus itu, selain itu melaksanakan akad akad dan perjanjian perjanjian harus dipenuhi oleh pihak yang telah berakad dan berperjanjian juga adalah perintah wujudkan konsensus.
Semua akad, janji dan sumpah sumpah yang dicanangkan di zaman kekinian disebut juga MoU itu harus dibahasakan, baik bahasa tubuh atau verbal sesuai dengan sasaran dan tafsir tafsirnya, bahayanya bagi yang tak mengimplementasikan semua konsesi itu, mereka bisa tergolong orang orang yang berbuat sikap abu abu, lain janji lain ucapan, dan itu dosanya besar di sisi Allah Swt:
وقال تَعَالَى: {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لاَ تَفْعَلُونَ * كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لاَ تَفْعَلُونَ} [الصف: 2، 3].
Hai orang orang beriman kenapa kalian ucapkan hal yang kaluan tidak praktekkan, sungguh murka besar di sisi Allah Swt berucap hal yang tidak kalian lakukan
Ciri kemunafikan yang pertama dideteksi manusia adalah ucapan bohong, tidak patuh pada yang dicanangkan sendiri dan adanya ingkar janji dan ingkar konsensus.
Imam Muslim sang ahli hadis rahimahullah Taala tetap mengkritisi kualitas iman pelanggar konsensus itu walau ia rajin shalat dan ia rajin puasa wajib dan sunat, namun keimanannya digerus sendiri oleh ucapannya yang berseberangan dengan perbuatannya.
Bahkan orang bertengkar dan berselisih dengan cara cara tidak kompromi dan anarkis, tergolong orang orang yang munafiq karena tidak taat nilai yang dikonsensuskan dalam dirinya sendiri.
Sikap munafik dalam literasi para ulama terkategori dua tipe; Pertama i’tikady yaitu munafik keyakinan itulah yang diposisikan lebih rendah dari kekafiran karena ganjarannya api neraka, adalah hal yang paling mengerikan dalam kehidupan akherat, sementara dalam kehidupan dunia merekalah yang munafiq hakiki. Tipe kedua dari sikap munafik ialah orang yang berbuat pelanggaran, maksiat atas nilai yang disepakati keabsahannya, maka berbuat pelanggaran atau maksiat atau dosa itu terkategori munafiq perbuatan atau munafik dari kewajiban dan larangan Allah Swt yang dituntunkan di dalam petunjuk agama kepadanya atau munafiq dari prinsipnya sendiri.
وقال تعالى: {إِنَّ الْمُنَافِقِينَ يُخَادِعُونَ اللهَ وَهُوَ خَادِعُهُمْ وَإِذَا قَامُواْ إِلَى الصَّلاَةِ قَامُواْ كُسَالَى يُرَآؤُونَ النَّاسَ وَلا يَذْكُرُونَ اللهَ إِلا قَلِيلًا} [النساء: 142]
142. Sesungguhnya orang munafik itu hendak menipu Allah, tetapi Allah-lah yang menipu mereka. Apabila mereka berdiri untuk salat, mereka lakukan dengan malas. Mereka bermaksud ria (ingin dipuji) di hadapan manusia, mereka tiada berzikir kepada Allah kecuali hanya sedikit waktu.
Nabi Muhammad saw pernah mengkonsensuskan pada dirinya untuk membagi rata suatu rezeki sesuai porsi kepada para sahabat, atas materi yang dipastikan akan datang dari wilayah wilayah kekuasaan rasul saw, yang saat itu disebut sebagai wilayah Bahraen.
وعن جابر رضي الله عنه قال: قَالَ لي النبيُّ صلى الله عليه وسلم: ((لَوْ قَدْ جَاءَ مَالُ الْبَحْرَيْنِ أعْطَيْتُكَ هكَذَا وَهَكَذَا))
Hingga rasul saw wafat harta itu belum juga dikirim dari Bahraen ke Medinah dan belum datang hingga rasul wafat, di zaman pemerintahan Abu Bakar Ashsiddiq ra, harta benda itu baru terkirim dan datang di bawah ke Medinah, maka dengan serta merta Abu Bakar ra segera membagikan sesuai porsi kepada seluruh sahabat nabi yang dijanjikan rasul sebelumnya, termasuk kepada Jabir bin Abdullah ra yang mendengar langsung konsensus bagi harta itu dari rasulullah saw, Abu Bakar tanpa minta bukti bukti otentik siapa yang dijanji nabi sebelumnya dan langsung membagi kiriman itu kepada siapa saja yang merasa dijanji rasul tanpa perlu ditanyakan satu persatu bukti bukti mereka dijanji rasul.
Hal tersebut dilakukan Abu Bakar dengan etika menyegerakan janji rasul yang telah dicanangkan tanpa syarat dan tanpa kerumitan administrasi karena yakin kejujuran para sahabat mereka.
Konsensi konsensi di zaman kontemporer ini ada juga yang sifatnya konsensus turunan dari pejabat sebelumnnya atau pengurus suatu yayasan atau organisasi, konsensi itu yang tercatat dan ter-file-kan, maka orang orang yang baru bertugas dan berkecimpung pada yayasan atau organisasi atau perusahaan harus bisa mengejawantakan konsensus turunan itu secara segera karena itu bagian dari pelaksanaan konsesi individu diri yang harus menyegerakan tugas tugas turunan itu sebagai regenarasi kebijakan dan kemaslahatan. Dan hal
tidak etika bagi penanggung jawab atau pegawai atau karyawan baru melalaikan tugas warisan dari petugas sebelumnya disaat baru melaksanakan tugas, karena tuntunan Islam mengharuskan seorang mukmin untuk bermartabat menjalankan segala akad janji dan sumpah umum yang absah dari para pendahulunya secara benar.
وقال تَعَالَى: {وَأَوْفُوا بِعَهْدِ اللهِ إِذَا عَاهَدْتُمْ} [النحل: 91].
Penuhlah janji kesungguhanmu kepada Allah jika kalian telah persaksikan kesungguhanmu itu.
Pesan para ulama kepada para pemangku tanggung jawab dapat diselami dalam pesan Imam Malik dan para muridnya yang dikenal dengan al-Malikiah “Bahwa jumhur ulama menetapkan kepada para pelaksana konsensus agar segera melaksanakan konsensus bila saja suatu konsensus itu bersyarat agar bisa terpenuhi, maka bila syarat yang menjadi sebab pelaksanaannya sudah siap maka segerakanlah pelaksanaannya, kecuali bila syarat pelaksanaanya tidak siap maka si pelaksana konsensus tidak terbebani apa apa”.
Mari kita menjadi orang-orang teguh dalam melaksanakan konsensus individu dan konsensi umum, semoga kita dapat berpadu mewujudkan kemaslahatan bersama. wallahu A’lam.
The post Goresan Pagi: Bahaya Melanggar Konsensus appeared first on MUI Sul Sel.