Makassar, muisulsel.com – Di suatu waktu Nabi Musa as mencoba sampai pada satu tempat yang sarat nilai, disitulah ia mendapat bukti kebesaran Allah dan kekuasaanNya:
وَإِذْ قَالَ مُوسَى لِفَتَاهُ لا أَبْرَحُ حَتَّى أَبْلُغَ مَجْمَعَ الْبَحْرَيْنِ أَوْ أَمْضِيَ حُقُبًا} إِلَى قوله تَعَالَى: {قَالَ لَهُ مُوسَى هَلْ أَتَّبِعُكَ عَلَى أَنْ تُعَلِّمَنِ مِمَّا عُلِّمْتَ رُشْدًا [الكهف: 60- 66].
Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada pembantunya, “Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai ke pertemuan dua laut; atau aku akan berjalan (terus sampai) bertahun-tahun. (QS. Al-Kahf: 60)
Dibalik keberadaan seseorang di suatu tempat itu ia mendapatkan hikmah hikmah besar. Sepeninggal Rasulullah saw, Abu Bakar ra pernah ajak Umar ra bertandang ke tempat Ummu Aiman di tempat Rasulullah saw selalu berkunjung demi mendapatkan hikmah yaitu rumah ummu Aiman, ibu dari Usama bin Zaid ra.
Ummu Aiman menangis melihat mereka berdua. Mereka bertanya kenapa Ummu Aiman menangis?. Ia menjawab saya menangis karena ingat wahyu sudah berakhir dan Rasulullah saw sudah tiada. Mereka berdua ikut larut menangis:
ولَكِنْ أبكي أنَّ الوَحْيَ قدِ انْقَطَعَ مِنَ السَّماءِ، فَهَيَّجَتْهُمَا عَلَى البُكَاءِ، فَجَعَلا يَبْكِيَانِ مَعَهَا. رواه مسلم.
Tempat yang perlu dan seharusnya dikunjungi oleh seorang muslim adalah tempat berdiamnya hamba Allah swt yang disayang Allah swt, atau tempat yang menjadi syiar agama dan kebesaran Allah. Ukurannya adalah nilai sesuatu di tempat, bukan tempat yang banyak dikunjungi orang dan bukan pula tempat tempat sekedar bersantai dan melepas kepenatan.
Adapun tempat yang dilarang dikunjungi adalah peninggalan kaum zalim dan pemukiman kaum yang pernah dikutuk seperti kaum Tsamud atau para kaum yang terlaknat karena memusuhi Nabi mereka. Tempat-tempat itu terlarang didekati karena Nabi saw ketika melewati pemukiman kaum Tsamud sekembali dari perang Tabuk memerintahkan sahabat mempercepat langkah mereka agar tidak tertimpa hawa laknat yang pernah turun di tempat itu.
Maka sebagai hal yang menjadi sunnah adalah berziarah ke tempat atau makam orang shaleh dan tempat yang disyiarkan seperti Makkah, Madinah dan Masjid Aqsha. Demikian juga tanah yang ada sekitar masjidil Aqsha yang disebut baarakna haolahu yaitu negeri syam dan Yaman sesuai sabda Rasulullah saw:
اللهم بارك لنا في شامنا ويمننا
Semoga Allah berkahi negeri Syam dan Yaman. Kedua negeri itu juga disebutkan sebagai tafsiran dari surat Quraisy rihlatasy shitaai wasshaef.
Berkunjung ke tempat-tempat wisata tidak ditekankan dalam syariat tapi yang ditekankan adalah berkunjung ke tempat penuh hikmah dan bersyiar Islam, hingga nilai yang mengemuka adalah cari ridho Allah di tanah yang penuh kebaikan atau ardhul khaer:
لَا تُشَدُّ الرِّحَالُ إِلَّا إِلَى ثَلَاثَةِ مَسَاجِدَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَلاَ تُشَدُّ الرِّحَالُ، إِلَّا إِلَى ثَلاَثَةِ مَسَاجِدَ مَسْجِدِ الحَرَامِ، وَمَسْجِدِ الأَقْصَى وَمَسْجِدِي
“Dan jangan mengencangkan pelana (melakukan perjalanan jauh) kecuali untuk mengunjungi tiga masjid: Masjidil Haram, Masjidil Aqsha, dan Masjidku (Masjid Nabawi),” (HR Bukhari).
Wallahu A’lam.
The post GORESAN PAGI: Mendatangi Tempat Yang Sarat Nilai appeared first on MUI Sul Sel.