JAKARTA–Kebenaran Al-Quran sebagai kalamullah (perkataan Allah) memiliki sifat pasti dan abadi sesuai dengan perkembangan situasi dan perkembangan zaman atau Shalihun li kulli zaman wa makan.
Hal ini disampaikan oleh Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (Wasekjen MUI) Bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH Arif Fahrudin, saat menjadi narasumber dalam Forum Group Discusion (FGD) Lembaga Pentasih Buku dan Konten Keislaman (LPBKI) MUI, Kamis (2/6).
“Maka disebutkan Al-Quran sebagai penunjuk jalan,” ujarnya.
Kiai Arif mengingatkan, pada era kenabian hingga abad ke-15, umat Islam pernah merebut kejayaan peradaban dunia melalui Al-Quran. Sehingga, lanjutnya, Islam menjadi imam peradaban dunia.
“Namun, di abad 21 ini, peradaban Islam mendapat ujian berupa modernisasi sains, teknologi dan kebudayaan,”lanjutnya.
Menurutnya, sekarang ini yang menjadi puncak panutan nilai global yaitu peradaban saintifik dan positivistik.
Kiai Arif melihat negara-negara di kawasan Muslim pun masih tercecer menjadi makmun peradaban. Sehingga, belum mampu berkontribusi secara maksimal dalam kancah peradaban sekarang ini.
Dengan demikian, lanjutnya, seolah tercipta anomali peraban Islam. Padahal, dalam Alquran disebutkan bahwa umat Islam adalah edisi umat terbaik (kuntum khaira ummatin ukhrijat lin naas).
“Namun, fakta kontemporer belum mampu mewujudkannya. Meski demikian, dunia intelektual Islam tidak lantas tinggal diam,” ungkapnya.
Kiai Arif menuturkan, upaya untuk mengembalikan Alquran sebagai imam peradaban global terus dilakukan. Salah satunya oleh Syakh Zaghlul An-Najjar.
Kiai Arif menjelaskan, Syakh Zaghlul An-Najjar merupakan pengarang tafsir ayat-ayat kauniyah yang kontribusinya sangat layak diberikan apresiasi karena mampu membuktikan bahwa Al-Quran dan sains bersifat faktual dan empirik.
“Hal-hal seperti inilah yang mestinya terus digalakkan oleh seluruh pegiat literasi Islam,”tambahnya.
Kiai Arif mengungkapkan, beberapa waktu lalu saat kunjungan Majelis Hukama Muslimin ke Indonesia, yang dipimpin oleh Syekh Ahmad Thayyib Al-Azhar sempat menaruh asa peradaban Islam kepada Indonesia untuk menjadi imam peradaban dunia.
Pada kesempatan tersebut, kata kiai Arif, Majelis Hukama Muslimin menyampaikan bahwa bukan eranya lagi kitab-kitab dari Timur Tengah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.
Namun sebaliknya, kitab-kitab karya ulama dan cendekiawan Muslim Indonesia yang sudah saatnya diterjemahkan ke dalam bahasa Arab dan bahasa Internasional lainnya.
“Ini adalah asa. Namun, asa tersebut mungkin bisa jadi kembali menguap jika tidak disertai oleh upaya-upaya serius berupa penguasaan terhadap perangkat-perangkat metodologis dalam memahami Alquran dan hadis,”paparnya.
Dalam konteks ini, kiai Arif berharap seluruh ormas Islam, pondok pesantren, dan perguruan tinggi Islam di Indonesia untuk menjamin terlahirnya ahli-hali linguistik Alquran.
Menurutnya, sangat mustahil bisa menikmati lezatnya hidangan Alquran tanpa mengusai perangkat bahasa Alquran yang berbahasa Arab tersebut.
Untuk itu, Kiai Arif mengingatkan pentingnya menguasai ilmu Nahwu, Sharaf, Badi’, Ma’ani, Bayan, dan sejenisnya bagi komponen pegiat literasi Islam.
“Dengan demikian, maka kandungan mutiara dan tuntunan menjadi imam peradaban dalam Alquran dapat tergali dan terjadi bagi kemajuan Islam dan dunia,” pungkasnya.
(Sadam Al-Ghifari/Angga)