Alquran sebagai pedoman kehidupan telah mengatur sedemikian rupa tuntunan untuk umat manusia. Tak hanya mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhan ataupun manusia dengan manusia lainnya, di dalam Alquran juga terkandung ilmu pengetahuan.
Tidak seluruh ayat Alquran dapat dipahami secara langsung hanya dengan membaca teks, beberapa ayat membutuhkan pemahaman serta penafsiran yang mendalam untuk mengetahui makna tersirat padanya. Salah satu pembahasan implisit dari Alquran yang bisa ditemukan yaitu mengenai nasionalisme.
Meski gagasan mengenai nasionalisme tidak secara gamblang dijelaskan Alquran, tetapi terdapat beberapa ayat yang relevan terhadap nasionalisme tersebut. Di samping itu, dapat pula ditemukan kisah para Nabi yang menjadi salah satu bukti bahwasannya nasionalisme ini tidak lepas kaitannya dengan agama.
Nasionalisme merupakan sikap yang menunjukan kecintaan terhadap tanah air serta siap berkorban untuk memajukan bangsa dan negara. Sikap mencintai tanah air tentu tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Hal tersebut dibuktikan Alquran dengan adanya ayat yang secara tersirat menyinggung mengenai nasionalisme.
- Surat Al Anbiya ayat 92
اِنَّ هٰذِهٖٓ اُمَّتُكُمْ اُمَّةً وَّاحِدَةًۖ وَّاَنَا۠ رَبُّكُمْ فَاعْبُدُوْنِ
“Sungguh, (agama tauhid) inilah agama kamu, agama yang satu, dan Aku adalah Tuhanmu, maka sembahlah Aku.”
Menurut Quraish Shihab dalam tafsirnya al-Misbah, lafaz “ummat” pada ayat tersebut memiliki makna yang beragam di dalam Alquran. Ar Raghib Al Isfahani berpendapat “ummat” merupakan suatu perkumpulan yang terdapat pada komunitas tertentu dan mempunyai kesesuaian tempat, masa, keyakinan, baik atas kehendak sendiri atau pengelompokkan secara terpaksa.
Perbedaan pemaknaan lafaz “ummah” terdapat pada kalangan ahli bahasa. Namun, perbedaan tersebut dapat dijadikan argumen bahwa “ummah” yaitu sekelompok masyarakat tanpa memandang perbedaan suku, adat istiadat serta tanpa paksaan dari orang lain yang bertujuan membentuk suatu kelompok yang memiliki prinsip dan tujuan yang satu yakni untuk memajukan suatu daerah dan bangsa mereka.
Pendapat Ahmad Musthafa Al Maraghi dalam tafsir al-Maraghi mengenai ayat ini yaitu pentingnya menjaga persatuan di antara masyarakat tanpa melihat perbedaan satu sama lain. Sebab esensi dari agama Islam pada ayat di atas adalah persatuan.
Para nabi tidak mempermasalahkan hal nasionalisme, meskipun terdapat perbedaan masa diutusnya para nabi tersebut. Pada akhirnya ayat ini menjadi isyarat dalam menjalankan sistem tata negara dengan menjadikan agama serta syariat yang terdapat di dalamnya sebagai landasannya.
Ayat ini memiliki munasabah (korelasi) dengan surat An Nahl ayat 120:
إِنَّ إِبْرَاهِيمَ كَانَ أُمَّةً قَانِتًا لِلَّهِ حَنِيفًا وَلَمْ يَكُ مِنَ الْمُشْرِكِينَ
“Sesungguhnya Ibrahim ialah seorang yang bisa dijadikan sebagai teladan yang patuh kepada Allah dan hanif. Dan sekali-kali bukanlah dia termasuk hamba yang menyetkutukan (Allah).”
Dalam tafsir al-Misbah ayat di atas menjelaskan jika yang dimaksud dengan umat merupakan sekelompok manusia yang membawa kebenaran. Mereka merupakan golongan para nabi sehingga golongan inilah yang menyebarkan ajaran Islam dan agama inilah yang paling dekat dengan jati diri manusia.
- Surat Al Baqarah ayat 144
قَدْ نَرٰى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِى السَّمَاۤءِۚ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضٰىهَا ۖ فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ۗ وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوْا وُجُوْهَكُمْ شَطْرَهٗ ۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ لَيَعْلَمُوْنَ اَنَّهُ الْحَقُّ مِنْ رَّبِّهِمْ ۗ وَمَا اللّٰهُ بِغَافِلٍ عَمَّا يَعْمَلُوْنَ
“Kami melihat wajahmu (Muhammad) sering menengadah ke langit, maka akan Kami palingkan engkau ke kiblat yang engkau senangi. Maka hadapkanlah wajahmu ke arah Masjidilharam. Dan di mana saja engkau berada, hadapkanlah wajahmu ke arah itu. Dan sesungguhnya orang-orang yang diberi Kitab (Taurat dan Injil) tahu, bahwa (pemindahan kiblat) itu adalah kebenaran dari Tuhan mereka. Dan Allah tidak lengah terhadap apa yang mereka kerjakan.”
Quraish Shihab berpendapat dalam tafsirnya bahwa pada surat Al Baqarah ayat 144 syarat akan nasionalisme. Hal tersebut dibuktikan Rasulullah SAW saat peristiwa perubahan kiblat dari Baitul Maqdis ke Kabah. Dikarenakan Kabah merupakan kiblat leluhur Nabi Muhammad SAW dan kebanggaan bagi masyarakat Arab.
Pada peristiwa tersebut tersirat bahwa rasa cinta tanah air tidak cukup hanya diucapkan dengan ungkapan “ hubbul wathan minal iman” melainkan justru butuh bukti yang konkret dari perkataan tersebut.
Al Maraghi berpendapat bahwa ayat tersebut menjelaskan pembagian kaum Nabi Musa menjadi dua belas kelompok yang menjalankan amanah Allah SWT supaya menegakkan keadilan. Setiap golongan memiliki peraturan tersendiri dalam menjalankan perintah Allah.
Karenanya penting menjaga keluarga dan keturunan agar semua selalu berada jalan lurus bukan saling mencela dan berpecah belah dengan sesama. Selain itu pula adanya pengelompokan ini agar manusia berlomba-lomba dalam kebaikan.
- Surat Al Araf ayat 160
وَقَطَّعْنٰهُمُ اثْنَتَيْ عَشْرَةَ اَسْبَاطًا اُمَمًاۗ وَاَوْحَيْنَآ اِلٰى مُوْسٰٓى اِذِ اسْتَسْقٰىهُ قَوْمُهٗٓ اَنِ اضْرِبْ بِّعَصَاكَ الْحَجَرَۚ
“Dan Kami membagi mereka menjadi dua belas suku yang masing-masing berjumlah besar, dan Kami wahyukan kepada Musa ketika kaumnya meminta air kepadanya, “Pukullah batu itu dengan tongkatmu!”
Pada ayat ini Allah SWT mengelompokkan hamba-Nya berdasarkan kelompok atau keturunannya. Pengelompokan tersebut bertujuan agar mereka saling mengenal, bukan untuk berpecah belah atau mencari kelemahan satu dengan yang lainnya.
Pelajaran yang ingin Allah sampaikan dengan pengelompokan berdasarkan keturunan ini, agar umat manusia berlomba-lomba dalam kebaikan dan untuk saling mengenal tanpa memandang ras, suku, bangsa. Pendapat ini disampaikan Quraish Shihab dalam tafsir al-Misbah.
Sedangkan Al Maraghi berpendapat adanya pemindahan arah kiblat dari Baitulmaqdis menuju Masjidil Haram merupakan penjelasan bahwa kecintaan pada tanah air dibuktikan dengan perbuatan serta apa yang telah seseoranh berikan kepada tanah air. Karena menjadi suatu keharusan bagi umat Islam mencintai tanah kelahirannya menjunjung tinggi martabat tanah air tersebut.
Dari ketiga ayat Alquran di atas menyatakan secara implisit bahwa nasionalisme sebagai salah satu alat yang digunakan untuk mempersatukan bangsa tanpa melihat kepada latar belakang perbedaan ras, suku, dan bangsa. Perlunya implementasi yang nyata bukan sekadar berhenti pada seruan “cinta kepada tanah air sebagian dari iman”.
(Isyatami Aulia/Nashih)