Allah SWT menematkan ulama dan ilmu dalam kedudukan yang tinggi. Keistimewaan orang yang berilmu dijelaskan baik dalam Alquran atau sunnah Rasulullah SAW.
Orang yang memiliki ilmu mempunyai derajat yang sangat tinggi di sisi Allah SWT. Dalam satu ayat Alquran bahwa orang yang memiliki ilmu maka akan Allah sejajarkan atau Allah samakan dengan malaikat dalam persaksiannya, Ayat yang di maksud di atas adalah
شَهِدَ اللَّهُ أَنَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ وَالْمَلَائِكَةُ وَأُولُو الْعِلْمِ قَائِمًا بِالْقِسْطِ ۚ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
“Allah menyatakan bahwa tidak ada tuhan selain Dia (demikian pula) para malaikat dan orang berilmu yang menegakkan keadilan, tidak ada tuhan selain Dia, Yang Mahaperkasa, Mahabijaksana.” (QS Ali Imran: 14)
Imam Al Quthubi dalam kitab Jami’ Li Ahkam Alquran berpendapat bahwa di dalam ayat ini terdapat dalil dan tentang kemulian para ulama, tentu Allah akan menyertakan mereka dengan namanya dan nama para malaikat sebagaimana Allah menyertakan para ulama.
Di sinilah pentingnya memantapkan niat bagi mereka pencari ilmu agar kita istiqamah menjalankannya dengan ikhlas. Syekh Nawawi Al-Bantani dalam //Tanqih Al-Qaul al-Hatsits Syarah Kitab Lubabul Hadits// karangan Imam Jalaluddin as-Suyuthi, mengutip hadits Nabi Muhammad SAW berikut:
وقال صلى الله عليه وسلم من انتقل ليتعلم علما غفر له قبل أن يخطو
(رواه الشيرازى عن عائشة)
Rasulullah SAW bersabda, ”Barang siapa berpindah tempat (dari satu tempat ke tempat yang lainnya, baik dengan berjalan kaki atau dengan menaiki kendaraan) dengan tujuan belajar (ilmu syariat) maka di ampuni dosa-dosanya (dosa-dosa kecil yang pernah dia lakukan) sebelum dia melangkah (dari tempatnya, jika niatnya karena Allah).” (HR Assyairazi dari Aisyah RA)
Dalam riwayat yang lain, Rasulullah SAW menyatakan perbedaan kedudukan antara orang-orang yang berilmu dan ahli ibadah tetapi tidak berilmu.
قال صلى الله عليه وسلم نوْمُ العَالِمِ أَفْضَلُ مِنْ عِبَادَةِ الجَاهِلِ. أي نوم العالم الذي يراعي آداب العلم أفضل من عبادة الجاهل الذي لا يسلم آداب العبادة.
Rasulullah SAW bersabda, “Tidurnya orang alim itu lebih utama dari pada ibadahnya orang bodoh. Maksudnya adalah orang alim yang tidur dalam keadaan memelihara adabul ibadah (adab-adab ibadah) itu lebih afdal dari pada orang bodoh yang beribadah tetapi tidak memperhatikan adabul ibadah.
Inilah mengapa, Rasulullah juga menegaskan bahwa العلماء ورثة الانبياء atau sejatinya para ulama adalah pewaris nabi, dalam makna bahwa mereka mengemban estafeta keilmuan syariat dari masa ke masa.
Sementara itu. di antara wasilah untuk mendapatkan kemuliaan ilmu adalah memuliakan para ulama. Mereka adalah orang pilihan dan memilki keistimewaan di sisi Allah sebagaiman sabda Nabi Muhammad SAW berikut:
وقال صلى الله عليه وسلم أكرموا لعلماء فانهم عند الله كرماء مكرمون
Rasululah SAW bersabda, “Muliakanlah ulama (orang-orang yang mengerti ilmu syariat dan mengamalkannya), karena mereka itu orang-orang mulia (orang-orang pilihan Allah) dan yang dimuliakan pula (di kalangan malaikat).”
Imam Ghazali membagi menjadi dua kategori. Tokoh bergelar hujjatul Islam itu menjelaskan kategori pertama adalah ulama akhirat dan ulama su (ulama buruk) atau ulama yang lebih mementingkan keduniawiaannya.
Sedangkan ulama akhirat adalah ulama yang sederhana, bersahaja, dan tidak berlebihan dalam kenikmatan. Hal ini di sampaikan Imam Ghazali dalam sebuah karyanya Mukasyafat al-Qulub, beliau mengingatkan agar membedakan mana ulama yang su’ dan mana ulama akhirat. (Asep hidayat/ Nashih)