JAKARTA— Dalam perjalanan Islam di Indonesia maupun dunia, peran serta ulama di Nusantara sangat penting untuk diingat dan dijadikan sebagai motivasi bagi umat Islam di Nusantara saat ini.
Menurut pakar filolog Islam, Dr Ahmad Ginanjar Sya’ban dari hasil penelitiannya terungkap bahwa di antara sekian ulama Nusantara yang telah berkiprah, belajar dan mengajar di Timur tengah, ada sejumlah ulama asal Tatar Sunda. Dia menunjukkan data dan dokumen yang mengesankan. Sebuah foto dokumentasi silsilah masyayikh (jamak dari syekh) yang dibuat Ajengan Hilmi asal Baros Serang.
Dokumen ini, kata dia, menjadi penting karena darinya masyarakat bisa tahu bahwa telah ada jaringan ulama Sunda dengan dunia Timur Tengah di masa lalu. Selain itu ada naskah yang tidak kalah penting yakni kitab Al-Iqd Al-Farid min Jawahir Al-Asanid karya Syekh Yasin Padang-Makkah. “Kitab ini berisi himpunan sanad ulama-ulama Nusantara,” ujarnya dalam Webinar yang diselenggarakan Komisi Ukhuwah dan Lembaga Keagamaan MUI kabupaten Bogor dan Panitia PKU XVI MUI Kabupaten Bogor, secara luring dan daring bertemakan ‘Jejaring Ulama Jawa Barat: Sanad Kelimuan, Nilai Juang dan Semangat Ukhuwah Islamiyah’ pada akhir pekan lalu Sabtu (29/8).
Penulis Buku Mahakarya Islam Nusantara ini menjelaskan, jejak adanya jaringan ulama tatar sunda dengan “Timur Tengah” pada awal abad ke-17, dibuktikan dalam beberapa arsip dan dokumen. Seperti Ditemukan naskah fatwa tertua Islam Nusantara ditulis Syekh ibn ‘Alan (ulama sentral Makkah) pada 1046 H/1636 M.
“Fatwa tersebut merespons atas permintaan Sultan Abu Mufakhir Abdul Qadir Banten. Kumpulan fatwa terbut bernama al-Mawahib ar-Rabbaniyyah ‘an As’ilah al- Jawiyyah,” kata dosen Universitas Nahdlatul Ulama Jakarta ini.
Selain itu, Syekh Muhammad bin ‘Allan juga menulis dua buah kitab lainnya atas permintaan sultan Banten ini yaitu, Syarh Nasihah al-Muluk dan Syarh Durrah al-Fakhirah. Kedua kitab ini merupakan karya Imam Abu Hamid al-Ghazali.
Lebih lanjut, Ginanjar membeberkan fakta-fakta berupa manuskrip atau dokumen yang menunjukkan adanya jaringan ulama sunda dengan Timur Tengah. Naskah-naskah tersebut berada di beberapa tempat, baik disimpan secara pribadi oleh keluarga ahli waris maupun di beberapa tempat arsip seperti PNRI, Leiden University, serta di Kairo dan Makkah.
“Snouck Hurgronje (1888) dalam catatannya menyebut ulama ulama asal Sunda. Dia membedakan antara Sunda Periangan dengan Sunda Banten. Di antara ulama asal Banten adalah Syekh Nawawi Al-Bantani dan Syekh Abdul Karim. Sementara ulama asal Periangan yang disebut Snouck Hurgronje adalah Muhammad Garut, Hasan Mustapa Garut. Data ini dia dapat dari manuskrip Rd Aboe Bakar Djajadiningrat di Jedah pada 1887. Manuskrip ini yang memuat biografi para ulama Nusantara yang belajar di Makkah, termasuk dari Banten dan Periangan,” ujar alumni Al Azhar Kairo Mesir itu.
Selain itu, dia menyampaikan juga ulama Bogor yakni Kiai Asy’ari atau lebih dikenal masyarakat Bogor dengan sebutan mama Bakom (w 1901) yang termasuk ulama asal Banten yang lama bermukim dan mengajar di Makkah kemudian menetap di Bogor.
“Ulama ulama Nusantara yang belajar dan bermukim di Makkah dikenal sebagai kalangan ahli ilmu. Mereka bukan saja mengajar bahkan banyak yang mengajar di Makkah pada abad ke-19 hingga awal abad ke-20. Di antara mereka adalah Syekg Ahmad Al-Khatib Sambas, Syekh Ismail Minangkabau, Syekh Abdul Ghani Bima, Syekh Nawawi al-Bantani, Syekh Ahmad Pattani, dan lain lain,” paparnya.
Bahkan, kata dia, banyak tulisan-tulisan karya ulama Nusantara yang diterbitkan di Timur Tengah seperti kitab tasawuf berbahasa Sunda dengan aksara Arab, ditulis di Makkah dan dicetak di Kairo. “Pada masa awal hingga pertengahan abad ke-20 pun tidak sedikit ulama asal Sunda yang berkiprah di Mekkah seperti Syekh Muhammad Akhyad asal Bogor (w 1952), Syekh Muhammad Sulaiman asal Sumedang (w 1959), Kyai Tb. Muhammad Falak, Muhammad Nuh asal Cianjur (w 1966), KH Ahmad Syathibi Gentur asal Cianjur (w 1947), KH Ahmad Sanusi asal Sukabumi (w. 1950), KH Abdul Halim Iskandar asal Majalengka (w 1962) kemudian dua tokoh terakhir ini mendirikan ormas PUI (Persatuan Umat Islam),” kata dia.
Penerjemah novel Ayat-Ayat Cinta karya Habiburrahman El Syirazi ke dalam bahasa Arab ini mengaku, data-data tersebut menunjukkan bahwa kiprah ulama Nusantara (termasuk di dalamnya ulama Sunda) sangat luar biasa, bahkan salah satu ulama Banten yang sering dikunjungi petilasannya oleh sebagian masyarakat adalah Syekh Nawawi al-Bantani. “Ulama penulis kitab tafsir Marakh Labid/tafsir Al-Munir ini dimakamkan di Makkah dan dikenal sebagai Syekh besar di sana,” kata dia. (Irfan/Nashih)