JAKARTA — Dalam momentum pergantian tahun baru Islam 1443 H, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Ekonomi Syariah dan Halal, KH Sholahuddin Al-Ayyub, mengajak kepada masyarakat untuk menjadikan momentum ini sebagai momen yang sangat baik untuk memperbarui niat dan semangat. Niat yang perlu dibangun terutama dalam menumbuh-kembangkan ekonomi Syariah di Indonesia.
Kiai Ayyub, sapaan beliau, mengatakan Allah telah menciptkan manusia dari tanah dan memerintahkan manusia untuk memakmurkan bumi dan dunia ini.
Hal ini juga sesuai dengan Firman Allah dalam QS. Hud ayat 16:
هُوَ أَنْشَأَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ وَاسْتَعْمَرَكُمْ فِيهَا
“Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya”.
“Untuk bisa memakmurkan bumi tentu harus disiapkan pilar-pilarnya. Di antara pilar utama adalah terkait ekonomi, orang mukmin tentu menjadi mukhathab terdekat dari ayat tersebut,” ujar Kiai Ayyub kepada MUI.OR.ID, Selasa (9/8).
Kiai Ayyub menjelaskan, setiap mukmin dituntut untuk bisa memakmurkan dunia ini sebaik-baiknya, dengan menggunakan cara yang sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasul-Nya.
Dalam hal ini, pada momentum tahun baru hijriyah, bisa dijadikan untuk memperbarui niat dan komitmen memperbesar ekonomi dan keungan Syariah menjadi sangat relevan.
Menurut kiai Ayyub, Islam memberikan tuntunan yang sempurna kepada umat manusia untuk bagaimana menjalani kehidupan, termasuk menjalankan kegiatan dan aktivitas ekonomi.
Ia menambahkan, dalam berekonomi ada prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dan dijalankan oleh umat Islam.
“Karena selama ini, system ekonomi yang banyak dipraktekkan bukan berasal dari value ajaran Islam,” jelasnya.
Oleh karena itu, Kiai Ayyub menganggap, Islam dalam aktivitas ekonominya mempunyai tantangan untuk lebih comply (mematuhi) dengan prinsip Syariah.
Untuk itu, lanjut Kiai Ayyub, pada momentum tahun baru ini merupakan waktu yang pas untuk umat islam melakukan hijrah ke sistem ekonomi dan keungan Syariah.
Baginya, dalam upaya meningkatkan ekonomi Syariah umat bukan tanpa tantangan.
Menurutnya, setidaknya ada dua tantangan utama. Pertama, menyediakan layanan ekonomi dan keuangan Syariah yang mudah, murah, dan profitable. Sehingga dapat lebih kompetitif dibandingan dengan Lembaga ekonomi dan keungan konvensional yang sudah lama ada.
Kedua, literasi ekonomi dan keuangan Syariah kepada umat Islam. Hal ini karena belum mengoptimalkan untuk memobiliasi sumber daya umat ke Lembaga ekonomi dan keuangan Syariah.
“Di antara penyebabnya ialah masih minimnya pemahaman terhadap ekonomi dan keuangan Syariah. Sehingga, gerakan literasi dan sosialisasi masih tetap penting,” paparnya.
Untuk itu, kata Kiai Ayyub, dalam upaya menumbuh-kembangkan ekonomi Syariah tidak bisa dilakukan oleh pihak tertentu saja. MUI juga menyadari, bahwa MUI tidak mungkin melakukanya sendirian.
Ketua MUI ini mengatakan, MUI akan lebih fokus kepada aspek perumusan prinsip Syariah yang nantinya menjadi acuan regulator, praktisi dan industri. Serta fokus pada sosialiasasi tentang ekonomi dan keuangan Syariah.
“Saat ini fatwa DSN-MUI menjadi satu-satunya acuan prinsip kesyariahan dalam operasionalisasi ekonomi dan keuangan Syariah,” tutupnya.[] (Sadam Al-Ghifari/Angga)