Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia, Prof. Yunahar Ilyas mengajak da’i untuk semakin rajin menulis di media sosial mengingat jangkauan sosial media yang begitu luas.
“Menulisnya tidak perlu panjang-panjang. Singkat saja, kalau terlalu panjang, tidak dibaca hanya dishare, ” tulis Prof. Yunahar kepada mirror.mui.or.id Jumat (26/01).
Berkembangnya konten negatif selama ini, tutur Prof Yunahar, harus dilawan dengan konten positif. Peran da’i penting untuk menyuburkan medsos dengan konten positif. Bahkan, lanjutnya, jumlah konten positif harus sepuluh kali lipat dibanding konten negatif.
“Kalau ada satu pesan negatif di media sosial, kita harus menulis sepuluh pesan positif, ” tegasnya.
Beliau juga mengingatkan, banyaknya orang yang diam dan tidak menyebarkan konten positif, membuat masyarakat rentan menerima konten negatif sebagai kebenaran.
Senada dengan Prof Yunahar, Buya Zainut Tauhid Sa’adi menambahkan pentingnya kearifan mengguakan sosial media.
“Sesuatu yang menurut kita benar belum tentu baik untuk disebarluaskan, begitu juga sesuatu yang menurut kita baik belum tentu tepat untuk dipublikasikan. Jadi kearifan kita sangat dituntut dalam menggunakan media sosial,” katanya.
MUI, lanjutnya, sudah mengeluarkan Fatwa mengenai Hukum dan Pedoman Bermuamalah Melalui Media Sosial atau dikenal Muamalah Medsosiah. Fatwa itu melarang membicarakan keburukan orang lain (ghibah), fitnah, adu domba (namimah), serta permusuhan. Diharamkan juga di dalamnya aksi bullying, ujaran kebencian, dan permusuhan berdasarkan suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA).
“MUI sudah mengeluarkan fatwa tentang Hukum dan Pedoman Bermuamalah Melalui Media Sosial agar dijadikan panduan seluruh umat Islam khususnya pengurus MUI di seluruh Indonesia, ” pungkasnya. (Azhar)