Jakarta – Penandatanganan nota kesepahaman antara Majelis Ulama Indonesia (MUI), Bank Indonesia (BI), Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), dan Badan Wakaf Indonesia (BWI) berlangsung Rabu (24/1) di Aula Buya Hamka, Kantor MUI Pusat, Menteng, Jakarta Pusat.
Mengambil tema Menuju Peran Ekonomi dan Keuangan Syariah Dalam Pembangunan Ekonomi Nasional Yang Lebih Inklusif, Gubernur BI, Agus Martowardojo yakin sinergi yang dibangun ini akan sangat baik untuk perekonomian bangsa.
“Kami yakin sinergi yang dibangun ini dapat memberikan landasan yang kokoh bagi sistem keuangan Indonesia, tumbuh lebih sehat dan cepat, dan akan terwujudnya masyarakat yang sejahtera dan berkeadilan, ” ungkap mantan Menteri Keuangan RI ini.
Agus juga mengajak semua para peserta untuk komitmen mendukung mengembangkan perekonomian dan keuangan syariah, “mari kita bawa ekonomi Indonesia menjadi pusat ekonomi syariah dunia, ” tambah Agus.
Sejalan dengan itu, Ketua Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), Prof Bambang Sudibyo memberikan apresiasi kepada Majelis Ulama Indonesia di bawah pimpinan Kiai Ma`ruf dan Buya Anwar yang sangat konsern dengan keuangan syariah.
“MUI sekarang lebih konsern dengan ekonomi syariah, sehingga perkembangannya meningkat tajam, ” kata Prof Bambang.
Menurutnya, pertumbuhan penerimaan zakat melalui baznas meningkat 27% dari 5.2 trilyun pada tahun 2016 menjadi sekitar 6 trilyun di 2017, tetapi menurut Gubernur BI seharusnya 200 trilyun jika seluruh masyarakat muslim menunaikan zakat.
“Dulu khalifah Abu Bakar pernah memerangi muslim yang enggan berzakat, Baznas bisa kerjasama dengan densus 88 nih karena sudah ada UU 23 Tahun 2011, agar semua muslim bayar zakat, ” tambah mantan Menteri Pendidikan RI ke-25.
Pihaknya juga berharap untuk diterapkannya sistem government zakat agar BAZNAZ dan LAZ lebih credible dan accountable.
Sementara itu, Prof M. Nuh menambahkan bahwa Badan Waqaf Indonesia (BWI) sudah merumuskan empat hal yang mendorong di dunia perwakafan, yaitu fungsi ibadah, kesejahteraan, dakwah, dan marwah umat.
“Selain fungsi transedensi hubungan antara hamba dengan Allah SWT, waqaf juga bisa dikembangkan sebagai fungsi menjaga marwah, agar umat islam terjaga harga dirinya, dan jika semua fungsi ini berjalan in syaa Allah tidak ada lagi masyarakat yang keliling minta sumbangan, ” kata mantan Menteri Pendidikan RI Ke-26.
Sejalan dengan itu, Kiai Ma`ruf Amin merasa bersyukur dengan kerjasama dengan Bank Indonesia dalam merintis ekonomi syariah di Indonesia, yang sebelumnya menurutu Kiai Ma`ruf ekonomi syariah itu hanya ada di kitab pesantren.
“MUI dan BI sudah kerjasama cukup lama, sejak mulai merintis ekonomi syariah sebelum MUI punya DSN dan sebelum BI punya biro, yang kemudian jadi Direktorat Perbankkan Syariah Bank Indoensia, kita bersyukur bahwa sekarang ini ekonomi syariah mulai diterapkan di Indonesia, ” kata Kiai Ma`ruf.
“Dulu ekonomi syariah cuma berupa ajaran-ajaran fiqih, dibaca di kitab pesantren, belum di tathbiq-kan, seperti fashlun fil wakalah, fahslun fil kafalah setelah selesai wabillahi taufiq wal hidayah, selesai sudah, nah sekarang kita sudah aplikasikan di negara kita, alhamdulillah, ” ungkap Kiai yang juga Profesor Ekonomi Syariah.
Menurut Kiai Ma`ruf, MUI sebagai pembuat fatwa, siap mendorong dan menguatkan gagasan yang tumbuh, BI sebagai pembuat pilar ekonomi syariah dengan regulasi juga sangat kooperatif.
“Sekarang sudah 116 fatwa DSN dan 8 fatwa yang dalam tahap perumusan, MUI dan BI masih terus bersama membahas fatwa dan regulasi, ” tambah Kiai Ma`ruf.
Era baru ekonomi syariah tahun sebelum ini, menurut Kiai Ma`ruf, adalah sebagai landasan dan kedepan kita sudah siap untuk take-off.
“kita sudah membangun pilar dan landasannya, tinggal take-off saja, sudah ada KNKS juga yang memperkuat dasar ekonomi syariah, “ ujar Kiai Ma`ruf. (Ichwan)