JAKARTA– Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyesalkan putusan MK yang menolak pemohonan uji materi (judicial review) perluasan makna pasal perzinaan (Pasal 284), pasal perkosaan (Pasal 285) dan pasal pencabulan atau LGBT (Pasal 292) KUHP.
Dalam putusan tersebut MK menyatakan tidak memiliki wewenang merumuskan tindak pidana baru karena wewenang tersebut ada di presiden dan DPR.
“MUI menyesalkan Putusan MK tersebut karena MK tidak berani mengambil terobosan hukum di tengah mendesaknya kebutuhan masyarakat Indonesia terhadap perlindungan terhadap kejahatan kesusilaan, ” ujar Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia, Buya Zainut Tauhid Sa’adi, di kepada mirror.mui.or.id, di Jakarta, Selasa (23/1).
Menurut Buya Zainut, begitu akrab disapa, penolakan perluasan makna dalam beberapa pasal tersebut rentan menimbulkan masalah. Tanpa perluasan makna, beberapa unsur pidana tidak terpenuhi. Tidak terpenuhinya unsur pidana dalam pasal perzinaan (Pasal 284) KUHP misalnya, berimbas pada maraknya seks bebas tanpa ikatan perkawinan sah.
Begitu pula, kata dia, dengan tidak terpenuhinya unsur pidana Pasal 292 KUHP berpotensi menimbulkan praktik pencabulan terhadap sesama jenis baik kepada orang dewasa maupun yang belakangan ini marak terjadi, kepada anak-anak.
“Hal ini sama halnya membiarkan dan mendorong berkembangnya perilaku lesbian, homoseksual, biseksual, dan transgender (LGBT),” kata dia menegaskan.
MUI, lanjut dia, mendorong DPR dan Presiden menindaklanjuti secara serius putusan MK itu dengan mengesahkan RUU KUHP menjadi UU yang tidak membatasi pelaku kejahatan pada kategori tertentu saja.
“Dan tentu dengan sungguh-sungguh memperhatikan, menyerap, dan mengakomodasi aspirasi yang berkembang di masyarakat, ” tutur Buya Zainut.
Dalam pandangan MUI, ungkap dia, pembahasan pasal-pasal RUU KUHP tersebut menemui kebuntuan di DPR karena tidak adanya kesepahaman antarfraksi partai. Dia menyebut ada fraksi yang semangatnya menolak atau tidak setuju dan ada fraksi yang menerima atau setuju dengan perluasan makna pasal-pasal tersebut.
Untuk itu, dia meminta DPR lebih transparan sehingga masyarakat bisa mengawal jalannya pembahasan RUU KUHP ini. MUI juga mengajak seluruh komponen masyarakat khususnya umat Islam Indonesia terus mengikuti, mencermati dan mengawal pembahasan RUU KUHP di DPR. “Ini dengan harapan agar hasilnya sesuai dengan aspirasi dan tuntutan masyarakat Indonesia,” ujar dia. (Azhar/Nashih)