JAKARTA — Kongres Ekonomi Umat (KEU) yang dilaksanakan Majelis Ulama Indonesia (MUI) akhir April 2017 lalu melahirkan gerakan Arus Baru Ekonomi Indonesia. Melalui Arus Baru Ekonomi Indonesia, MUI ingin mengangkat perekonomian kelas bawah yang didominasi umat Islam.
Berulang kali Ketua Umum MUI KH Ma’ruf Amin mengungkapkan tidak berjalannya konsep trickel down effect, bahwa kesejahteraan yang ada di tangan konglomerat akan menetes ke lapisan terbawah. Guna mengalirkan kesejahteraan yang selama ini terlalu dinikmati konglomerat sehingga melahirkan ketimpangan, maka MUI mencetuskan Arus Baru Ekonomi Indonesia.
Gerakan ini disokong penuh Presiden Joko Widodo dan akan dilaksanakan melalui dua cara, redistribusi aset dan kemitraan dengan konglomerat. “MUI dalam memberdayakan umat, melalui kongres ekonomi umat, isu yang dibangun adalah arus baru ekonomi Indonesia karena arus lama tidak dibangun dari atas, ” kata Kiai Ma’ruf di Gedung MUI, Jakarta Pusat, Rabu (10/1) saat bertemu dengan rombongan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Setelah sebelumnya mengunjungi Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah, pada Rabu (10/1) Kementerian LKH mendatangi MUI salah satunya untuk membahas kelanjutan Arus Baru Ekonomi Indonesia. Kedatangan itu disambut KH Ma’ruf Amin, Sekjen MUI Buya Anwar Abbas, Ketua MUI Bidang Hukum dan Perundang-undangan Buya Basri Bermanda, Ketua Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup (LPLH) MUI Hayu Prabowo, Wakil Sekjen Salahuddin Al Aiyubi, serta Wakil Sekjen Nadjamuddin Ramly.
Dari Kementerian LHK, terdiri dari Menteri Siti Nurbaya, Sekjen Kementerian LKH Bambang Hendroyono, Dirjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Hadi Daryanto, Dirjen Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Beracun Berbahaya Tuti Hendrawati, Staf Ahli Bidang Hubungan Antar Lembaga Pusat dan Daerah Ilyas Asaad, Staf Khusus Menteri LHK Bidang Koordinasi Jaringan LSM dan Analisis Dampak Lingkungan Chalid Muhammad, dan Suryo Adi Wibowo, serta beberapa staf lain.
Kiai Ma’ruf dalam kesempatan itu mengungkapkan tekad MUI meningkatkan kesejahteraan umat melalui Arus Baru Ekonomi Indonesia. Salah satunya melalui redistribusi aset berbentuk pemberian sertifikat lahan kepada masyarakat.
“MUI punya perhatian besar terhadap masalah lingkungan dan distribusi lahan atau distribusi aset berupa lahan untuk masyarakat, ” ucap Kiai Ma’ruf
Redistribusi aset ada dua macam. Pertama adalah reforma agraria berupa pemberian sertifikat tanah kepada masyarakat bersama Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), dan yang kedua adalah kerjasama dengan Perhutani. Kerjasama kedua inilah yang didalami MUI bersama Kementerian LHK.
Dalam paparan Kiai Ma’ruf, redistribusi aset ternyata tidak berjalan sebagaimana mestinya karena banyak lahan yang berada di lokasi-lokasi kurang produktif seperti puncak perbukitan dan sejenisnya. Untuk itu, pada saat Rapat Kerja Nasional (Rakernas) bulan November 2017 lalu, MUI mencanangkan dibentuk tim koordinator untuk mengatasi masalah ini.
“Ternyata redistribusi tidak mudah untuk dieksekusi karena banyak lahan yang berada di kehutanan, namun ada juga penguasaan dari gubernur, walikota, dan BPN, ” tambah Kiai Ma’ruf.
Menanggapi itu, Menteri LHK Siti Nurbaya mengungkapkan Kementerian LHK bisa mendorong arus baru ekonomi Indonesia melalui hutan sosial atau lebih dikenal dengan Izin Pemanfaatan Hutan Perhutanan Sosial (IPHPS).
“Saya diminta presiden bisa mengrasionalkan dengan baik kebijakan terkait dengan redistribusi aset yang ada dua macam, reforma agraria dan hutan sosial, ” kata Menteri Siti Nurbaya.
“Menteri LKH menyediakan 4,1 juta hektar. Lahan yang bisa didistrbusikan kembali kepada rakyat, ” tambahnya.
IPHPS merupakan program baru Kementerian LKH. Masyarakat nantinya akan diberikan izin mengelola hutan atau kawasan yang di bawah naungan Kementerian LHK. Izin itu berlaku selama tiga puluh lima tahun dan bisa diperbarui kembali. Melalui IPHPS, diharapkan masyarakat memeroleh akses lebih untuk mengelola hutan sehingga bisa mendapatkan kesejahteraan dari hutan. Kementerian LHK memang tidak menyediakan lahan, namun menyediakan akses untuk mengelola lahan-lahan milik perhutani.
Mengingat lahan saja tidak cukup untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, Menteri Siti Nurbaya melanjutkan, Kementerian LHK juga menyediakan bantuan keuangan dengan skema bagi hasil. Bantuan tersebut untuk modal pengelolaan hutan maupun modal pembelian penih dan sejenisnya.
“Kementerian LKH menyediakan dukungan KUR, bagi-hasil dari lembaga keuangan berupa BLU Pembangunan Hutan, ” kata Menteri Siti Nurbaya.
Menteri LHK memfokuskan hal ini karena sekalipun 30.000 desa di Indonesia berada di dekat wilayah hutan, namun kebanyakan justru berada di taraf ekonomi bawah. Artinya, hutan tidak memberikan banyak manfaat ekonomi lebih kepada masyarakat sekitar. Atas dasar inilah, IPHPS penting untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan sekaligus mendorong munculnya arus baru ekonomi Indonesia.
“Kementerian LHK perlu mengadakan restucturing programnya karena masuk prioritas, ” katanya.
Staf Khusus Kementerian LHK Chalid Muhammad menambahkan, selama puluhan tahun, izin pengelolaan hutan 96% berada di tangan konglomerat. Saat ini, izin kepada masyarakat ditingkatkan menjadi 12,7%. Dengan peningkatan izin itu, beberapa daerah mulai merasakan manfaatnya.
Wisata Kalibiru di Yogyakarta misalnya, masyarakat pengelola hutan bisa mendapatkan omset dari dua ratus sampai empat ratus juta rupiah setiap bulannya. Hal yang sama juga dirasakan masyarakat di Kalimantan Barat yang diberikan izin mengelola salah satu pulau kecil di sana. Kelompok masyarakat di sana bisa mendapatkan keuntungan berlipat dari hasil penanaman bakau dan pengembangbiakan kepiting bakau untuk dijual. Tidak ketinggalan, lanjut Chalid, masyarakat yang diberikan izin mengelola hutan di Sulawesi Tengah bisa mendapatkan keuntungan dari usaha rotan.
Bukti-bukti di lapangan yang disodorkan Chalid tersebut menunjukkan bahwa masyarakat bisa mandiri bila diberikan akses dan fasilitas.
Sekjen MUI Buya Anwar Abbas kemudian meminta agar contoh-contoh yang terjadi di lapangan tersebut bisa dibukukan sehingga masyarakat di daerah lain bisa meniru.
Inilah langkah menggerakkan arus baru ekonomi Indonesia. Kiai Ma’ruf mengatakan, MUI berencana mengadakan MoU dengan Kementerian LHK.
“Perlu ada tim yang mengkoordinasikan rencana-rencana yang dibuat dengan LHK, ” katanya.
Selama ini, imbuh Kiai Ma’ruf, MUI telah menjalankan arus baru ekonomi Indonesia bersama konglomerat melalui penanaman kacang dan jagung di Jawa Timur.
Kiai Ma’ruf juga mengimbau bahwa tugas pengembangan arus baru ekonomi Indonesia juga berada di pundak dai. Para Dai diminta memasukkan tema pemberdayaan lingkungan dalam materi khutbahnya.
“Dai perlu menyuarakan pemberdayaan lingkungan, termasuk materi khutbah, sehingga tidak hanya bertema surga-neraka, namun juga pemberdayaan lingkungan hidup.” pungkasnya. (Azhar/Din).