Jakarta – Melalui Komisi Perempuan, Remaja, dan Keluarga, Majelis Ulama Indonesia selenggarakan Kajian Rutin tentang Ketahanan Keluarga di Era Digital, Senin (27/11) di Aula Buya Hamka, MUI Pusat, Menteng, Jakarta Pusat.
Ketua MUI Bidang Perempuan, Remaja, dan Keluarga, Prof Amani Lubis dalam sambutannya berharap dari keluarga akan terlahir individu-individu yang yang bijak dan berakhlaq dalam penggunaan media di era digital, khususnya sosial media.
“Peran serta Perempuan, Remaja, dan Keluarga dalam membentuk kepribadian yang baik sangat besar dan dari perempuan dan keluarga yang akan menentukan baik buruknya generasi penerus bangsa.” Kata Prof Amani.
Dalam kesempatan tersebut mengundang Sekretaris Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (Ditjen IKP), Siti Meiningsih dan Peneliti Indonesia Child Online Protection (ID-COP), Maria Advianti.
Dalam presentasinya yang berjudul Membangun Masyarakat Berkualitas Di Era Digital, Meiningsih mengatakan Indonesia berada di peringkat 123 dari 134 negara untuk variabel toleransi dan inklusivitas. Di Asia Tenggara pun masih di bawah negara tetangga.
“Tingkat toleransi di Indonesia masih sangat rendah, ada di urutan 123 dari 134 negara, dan di kawasa Asia Tenggara pun masih dibawah Malaysia (81) Thailand (99), dan Filipina (47).” Ungkap Meiningsih.
Selain itu, tambah Meiningsih, Indonesia juga mendapat nilai buruk di variabel kekeraasan antar kelompok, dimana indikatornya melingkupi diskriminasi, kekeraasan antar etnik, kekerasan atas nama agama, sektarian, dan kekerasan komunal.
Meilani menyebutkan bahwa jenis hoax yang muncul dan diterima masyarakat terbesar ada di sosial politik dan sara dan disalurkan sebagin besar melalui tulisan dan gambar.
“Berdasarkan data mastel, jenis hoax terbesar yang beredar di masyarakat itu disebabkan dan ditujukan dalam hal sosial politik terutama saat pilkada dan untuk pemerintahan sebesar 91.80% disusul SARA (88.60%), Kesehatan (41.20%), dan Makanan Minuman (32.60%).” Kata Meiani.
Di sisi lain, Maria menegaskan akan pentingnya meningkatkan ketahanan keluarga di era digital, yaitu suatu keadaan dimana suatu keluarga memiliki kemampuan fisik maupun psikis untuk hidup mandiri.
“Di era global ketahanan keluarga sangat penting, ketahanan keluarga tersebut meliput banyak hal di antaranya adalah peran keluarga dalam sosial budaya, perlindungan, ekonomi, dan agama, “ ujar Maria.
Akibat dari lemahnya ketahanan keluarga, kata maria, muncul kasus penjualan bayi, kekerasan seksual terhadap anak, kekerasan fisik guru kepada murid, dsb.
“Ada 5 point penting dalam ketahanan keluarga yaitu: 1. Bekali keluarga dengan ilmu, 2. Bentuk pribadi beradab, 3. Ajak dalam ketaatan, 4, Larang melakukan maksiat, dan 5. Bimbingn agar selalu ingat kepada Allah.” terang Maria. (Ichwan/Thobib)