Sekretaris Jendral (Sekjen) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Buya Anwar Abbas mengingatkan pentingnya melihat berita dari sisi waktu, tempat, dan konteksnya sebelum menyebarkan di media sosial.
“Apa berita itu penyebab pertengkaran atau tidak, apa mengandung provokasi atau tidak, harus sesuai dengan waktu dan tempatnya, dan tepat konteksnya, ” ucapnya saat menjadi pembicara Diskusi Literasi Media Sosial Berbasis Islam Wasathiyah Sabtu (28/10) di Hotel Ibis, Padang, Sumatera Barat.
Mahasiswa, generasi muda dari Muhammadiyah, PWM Sumbar dan Ansor di wilayah Sumbar hadir sebagai peserta dalam acara tersebut.
Sebelumnya, Buya Anwar juga mengimbau supaya masyarakat tidak mudah mempercayai berita tanpa ditelisik kebenerannya terlebih dahulu.
“Dalam surat Al-Hujarat sendiri kita wajib untuk melakukan tabayyun atau bahasanya cek dan ricek, harus diteliti terlebih dahulu,” jelasnya.
Dalam dialog bertema “Taat beragama, bergaul harmonis dan sopan berkomunikasi” itu, Buya Anwar juga menyebutkan enam hal yang harus dihindari di media sosial seperti saling mengejek, mencaci, panggilan dengan panggilan yang tidak disukai, berprasangka, cari-cari kesalahan orang lain, dan kerumunan keburukan orang.
Dialog yang diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) dan MUI tersebut juga menghadirkan Buya Gusrizal Gazahar selaku Ketua MUI Sumbar sebagai pembicara.
Media sosial, ungkap Buya Gusrizal, semestinya memberikan pencerahan melalui fungsi edukasi, informasi, serta hiburan yang sehat.
Melalui pendidikan literasi media, lanjutnya, masyarakat dapat mengetahui tayangan mana saja yang boleh atau tidak boleh ditonton.
“Penonton sebagai audiens, bisa memilah mana yang boleh dan mana yang tidak boleh ditonton. Konten positif dapat memberikan manfaat. Disisi lain, jika ada tayangan yang berbau pornografi dan kekerasan, maka bisa ditinggalkan,” pungkasnya.
Sumber:Minangkabaunews.com
Foto : Hidayati