Jamaah ibadah haji sedang melaksanakan wukuf (berdiam diri) di Padang Arafah pada satu hari sebelum Hari Raya Idul Adha, maka hari ini dinamakan hari arafah.
Mengenai hari arofah itu, Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) K.H. Asrorun Niam Sholeh mengurai nilai kesetaraan di tengah perbedaan yang tercermin dari aktivitas Wukuf Arafah itu.
Sebagaimana yang dikatakan Rasulullah SAW, Kiai Niam menegaskan kesetaraan manusia di mata Allah SWT.
“Yang paling mulia di antara kita adalah yang paling tinggi derajat takwanya, bukan karena etnis, suku, golongan, pangkat, jabatan, atau asal usulnya,” ujar Asrorun dalam keterangan tertulisnya, Kamis (31/08).
Menurut Kiai Niam, Wukuf di Arafah bermakna semua manusia sama derajatnya di hadapan Allah SWT. Jamaah Wukuf mengenakan pakaian seragam seperti dua helai kain yang menutupi aurot, tanpa pangkat, tanpa terlihat jabatan, juga tanpa terlihat kekayaan.
Sebagai makhluk Allah SWT, lanjut Kiai Niam, tugas manusia memakmurkan bumi serta membangun harmoni antara sesama makhluk. Meskipun dalam wujud yang beragam baik warna kulit, suku, bangsa, bahasa maupun agama, manusia wajib menjaga kekeluargaan.
Perbedaan itu, tegas Kiai Niam, semestinya dipandang sebagai keniscayaan dan alasan untuk saling mengenali.
“Kebhinnekaan harus dirawat karena sebagai sarana untuk bersinergi, saling berlomba dalam hal kebaikan dan ketakwaan, dan saling mendukung untuk mewujudkan kemaslahatan umum.” tutupnya.