JAKARTA — Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengadakan acara halaqah bersama perwakilan lembaga dakwah organisasi kemasyarakatan (ormas) Islam dengan tema “Meneguhkan Dakwah Kebangsaan sebagai Implementasi Komitmen MUI terhadap NKRI dan Pancasila”.
Ketua Komisi Dakwah MUI, KH Cholil Nafis mengatakan acara ini muncul untuk menindaklanjuti pidato Ketua Umum MUI Kiai Ma’ruf Amin ketika Milad ke-42 MUI. “Kiai Ma’ruf menyampaikan bahwa negara kita bukan negara agama, bukan pula negara antiagama, bukan pula negara bukan-bukan,” ujar Kiai Cholil Nafis saat membuka Halaqah di Gedung MUI Pusat, Jakarta, Jumat malam (4/8).
Kiai Cholil menegaskan, MUI telah lama menyatakan komitmennya terhadap NKRI dan Pancasila. Pada tahun 2006, misalnya, Ijtima’ Ulama di Gontor menyatakan bahwa NKRI adalah final.
Sementara pada Ijtima’ Ulama tiga tahun berikutnya di Padang Panjang 2009, ditekankan kembali bahwa NKRI adalah langkah membangun republik Indonesia. Selain itu, Kiai Cholil juga mengingatkan bahwa hasil halaqah nanti dijadikan acuan untuk mengajak membangun nilai-nilai kebangsaan.
“Bagaimana kita aktivis dakwah mengajak dan membangun nilai-nilai kebangsaan, ” katanya.
Wakil Ketua Umum MUI Buya Zainut Tauhid Sa’adi mengungkapkan urgensi adanya acara halaqah ini. Terlebih lagi, lanjut Buya Zainut, acara ini berdekatan dengan Peringatan Kemerdekaan Indonesia yang ke-72. “Ini merupakan diskusi yang cukup penting. Apalagi momentumnya pas disaat kita sebentar lagi memperingati Kemerdekaan Indonesia yang ke 72, ” ujarnya.
Buya Zainut juga mengingatkan bahwa pendiri bangsa sangat bijak dalam menyusun dasar negara ini. Indonesia tidak dibentuk sebagai negara agama, bukan pula negara sekuler, namun negara Pancasila. “Para pendiri bangsa memilih bentuk negara kita menjadi cara yang arif. Mereka tidak membentuk Indonesia menjadi negara agama, bukan juga negara sekurel. Bukan juga negara bukan-bukan, ” katanya menegaskan.
Pancasila, tutup Buya Zainut, kemudian menjadi pemersatu perbedaan-perbedaan di Indonesia. “Pancasila menjadi titik temu perdebatan yang sangat keras, ” ujarnya. (Azhar/Din)