Majelis Ulama Indonesia akan menggelar Kongres Umat Islam Indonesia VI di Hotel Ina Garuda Yogyakarta pada 8-11 Februari 2015, pertemuan yang sudah digelar sejak sebelum kemerdekaan itu, akan membahas sejumlah dinamika permasalahan keumatan dan kebangsaan.
“Peran politik Islam ditingkatkan perannya, bukan dilihat dari parpol Islam saja tetapi juga dari kalangan yang lebih luas, karena aktifis politik Muslim tersebar di banyak partai dan juga ormas,” katanya dalam konferensi pers di Kantor MUI, Jakarta, Kamis (9/1/2015).
Perhelatan umat Islam terbesar itu akan mengambil tema penguatan peran politik, ekonomi dan Sosial Budaya umat Islam untuk Indonesia yang Berkeadilan dan Berperadaban, panitia sudah mengundang 775 peserta dari unsur Ormas Islam tingkat pusat, pondok pesantren, perguruan tinggi dan unsur MUI tingkat Pusat dan Provinsi.
Menurut Din, baik Ormas yang mendukung Pancasila dan yang tidak mendukung Pancasila juga diundang. Namun semuanya harus berada pada alur posisi MUI, yaitu dengan komitmen pada negara bangsa yang berdasarkan Pancasila, bukan pada posisi mengubah itu, namun lebih pada bagaimana mengisi dan mengambil perannya.
MUI berharap Presiden RI Joko Widodo untuk membuka acara tersebut dan Wapres Jusuf kalla berkenan menutup perhelatan tersebut. Terkait dengan ormas-ormas yang diundang, Din mengaku ada beberapa kriteria ormas mana yang akan diundang, meskipun diharapkan semuanya bisa masuk.
Sementara itu, Ketua Panitia KUII KH Slamet Efendy Yusuf mengusulkan agar persoalan teologis dibahas dalam konferensi itu, jangan sampai misalnya ada takfir di kalangan guru agama, karena agama tidak di tangan guru agama.
Pihaknya juga mengundang ketua parpol berbasis massa Islam untuk bicara dan nantinya akan berkembang pada bagaimana meletakkan diri secara persis penguatan politik Islam, “ Jangan sampai keluar dari kerangka ideology bangsa, seperti Pancasila,” katanya. Dia juga berharap, dua ormas Islam terbesar di Indonesia, NU Muhammadiyah bisa bersatu dalam visi politiknya. “Kami berharap politik umat Islam adalah bertemuanya visi dan perilaku dalam mengisi Indoneasia. Karena tema-tema masa lalu seperti Islam versus Nasionalis, sudah selesai, melainkan bagaimana sekarang mengisinya,” pungkasnya.