Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyanggah rumor yang beredar tentang pengharaman batu akik. “MUI tidak pernah mengeluarkan fatwa berisi larangan pemakaian batu akik,” kata Sukamto, Ketua MUI Gunungkidul, Daerah Istimewa Yoyakarta, kepada Radar Jogja, Selasa (10/3).
Dia memastikan, MUI tidak mempermasalahkan penggunaan batu akik. Sebab, memakai batu akik kalau tidak meyakini ada kekuatan, tidak ada masalah. Dalam Islam, niat menjadi barometer amal baik buruk.
Pihaknya justru beranggapan, isu itu sengaja dihembuskan untuk meningkatkan pamor jual beli batu akik saja. ”Trik pasar biasanya kan begitu, untuk menaikkan harga,” ucapnya.
Isu tersebut diungkapkan Khomari, salah seorang perajin batu akik asal Padukuhan Sendang 2, Sawahan, Ponjong. Pada saat dikunjungi Bupati Gunungkidul Badingah, dia membeberkan adanya isu fatwa haram MUI tentang batu akik.
Dia menjelaskan, isu tersebut kurang lebih isinya menyatakan bahwa MUI tidak setuju adanya perajin batu mulia. Dengan alasan merusak keyakinan. Masih menurut isu, MUI melarang lantaran batu akik dianggap mempunyai magis.
”Apa benar seperti itu bu?” tanya Khomari kepada sang bupati. Jika benar, kabar ini membuat resah para perajin. Khomari mengatakan, informasi fatwa MUI beredar sejak sebulan terakhir dari mulut ke mulut. ”Terus terang isu ini membuat kami tidak nyaman,” ujarnya.
Menanggapi curhat perajin, Bupati Badingah menegaskan bahwa isu itu tidak benar. Isu itu hanya sengaja disebar oleh orang tak bertanggung jawab untuk memunculkan keresahan. Menurut Badingah, batu akik hanya sekadar aksesori, tidak lebih.
”Hingga saat ini kami belum mendengar fatwa MUI yang mengharamkan batu akik. Percayalah ini hanya isu, tidak benar,” tegasnya. Mendengar penjelasan bupati, para perajin terlihat lega.