Direktur LPPOM MUI Ir. Lukmanul Hakim, Msi berhasil mempertahankan disertasi doktornya dan memperoleh gelar Ph.D dari Islamic University of Europe (IUE), Rotterdam, Belanda, awal bulan ini.
Didampingi oleh promotor Prof. Sofyan Suari Siregar, guru besar yang sudah lama mengajar di IUE, Lukmanul Hakim mempertahankan disertasi berjudul An Islamic and Scientific Perspective on Istihalah dan lulus dengan predikat Cum Laude.
Dalam disertasi tersebut, Lukmanul Hakim menegaskan bahwa penggunaan gelatin babi tidak bisa didasarkan pada istihalah, yakni dibolehkannya bahan-bahan haram berubah menjadi halal karena dianggap telah terjadi perubahan zat. Pengertian “istihalah” yang dipakai oleh beberapa pihak, tidak bisa dijadikan landasan untuk menghalalkan sesuatu sesuai syariah,” tegas Lukmanul Hakim. Sebab bahan-bahan yang haram di sisi agama Islam akan tetap dianggap haram meskipun ia telah mengalami perubahan zat.
Pandangan Lukmanul Hakim ini seolah menjawab diskursus publik selama ini mengenai istihalah yang oleh beberapa kalangan dianggap legitimate secara syariah. Dasarnya adalah konferensi yang membahas masalah halal di Kuwait yang menyatakan bahwa gelatin hewan termasuk babi halal digunakan di dalam produk makanan karena gelatin dianggap sebagai produk istihalah.
Lukmanul Hakim tak sepandangan mengenai hal tersebut. Dengan pandangannya, yang dilandasi argumentasi ilmiah Lukmanul Hakim menyimpulkan bahwa gelatin bukanlah produk istihalah, sehingga hukumnya mengikuti hukum asalnya. Artinya, jika gelatinnya berasal dari babi maka hukumnya sama dengan babi, yaitu haram. Faham ini pun banyak diikuti oleh beberapa negara di Timur Tengah. Argumentasi itulah yang ia pertahankan, hingga Lukmanul Hakim meraih gelar philosophy of doctor (Ph.D).
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Perekonomian dan Produk Halal, Drs. H. Amidhan, memuji capaian Lukmanul Hakim. Alasannya, masalah yang diangkat dalam disertasinya, merupakan persoalan krusial di bidang halal. “Saudara Lukmanul Hakim bisa menjelaskan masalah istihalah dengan sangat baik dalam kerangka ilmu pengetahuan (science) maupun kaidah fiqih,” ujarnya.
Menurut Amidhan, beberapa ulama di berbagai negara selama ini masih ada yang berbeda pandangan mengenai istihalah. Perbedaan pandangan itu, antara lain, terungkap dalam sebuah seminar tentang halal di Kuwait, yang memandang bahwa gelatin babi boleh digunakan setelah melalui proses transformasi menjadi zat lain. Ulama di Indonesia tak mengakui istihalah dan sepakat bahwa hukum babi adalah hukum haramnya babi dan turunannya adalah mutlak. “Ini yang dijelaskan Lukmanul Hakim dengan dalil-dalil yang sangat kuat,” tambah Amidhan.
Secara personal, menurut Amidhan, penampilan Lukmanul Hakim juga sangat meyakinkan. Dengan penguasaan materi sekaligus Bahasa Inggris yang sangat baik, katanya, Lukmanul Hakim bisa meyakinkan para profesor di Universitas Islam Eropa, bahwa dia memang layak mendapat gelar doktor dari universitas yang oleh otoritas pemerintahan setempat, dalam hal ini Kementerian Pendidikan, telah memperoleh akreditasi sebagai lembaga perguruan tinggi yang sangat kredibel.
Ir. Lukmanul Hakim, M.Si, Ph.D., kelahiran Tasikmalaya, Jawa Barat, 31 Juli 1969 ini telah mengabdikan setengah perjalanan usianya untuk urusan produk halal. Sebelum dipercaya oleh Pimpinan MUI untuk menjadi Direktur Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) sejak 2009 lalu, ia telah lebih dari 20 tahun terlibat dalam banyak penelitian dalam bidang halal. Dalam penelitian tersebut, ayah tiga orang anak ini melakukan evaluasi, pengawasan, perencanaan dan pengelolaan.
Setelah lulus dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Jurusan Kimia pada 1993, Lukmanul Hakim bergabung dengan LPPOM MUI sebagai staf auditor. Hanya berselang kurang dari dua tahun, karena produktivitasnya ia dipercaya untuk duduk di jajaran pengurus lembaga halal tersebut. Jabatan ini ia emban sambil melanjutkan jenjang studinya hingga meraih gelar Master (M.Si) di bidang Teknologi Industri di Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2005.
Sejalan dengan selesainya program pendidikan di jenjang master, Lukmanul Hakim dipromosikan menjadi Wakil Direktur bidang administrasi dan Sekretariat Sistem Jaminan Halal pada tanggal 16 Agustus 2006. Tiga tahun kemudian, tepatnya pada 7 Oktober 2009 ia diberi amanah sebagai Direktur LPPOM MUI untuk masa bakti hingga 2015. Di sela-sela tugasnya sebagai direktur LPPOM MUI itulah Lukmanul Hakim memperkaya khasanah keilmuannya dengan mengambil gelar doktoral di Belanda.
Selain menjalani aktivitas sebagai direksi LPPOM MUI, Lukmanul Hakim juga masih sempat membagikan ilmunya sebagai dosen di Universitas Djuanda Bogor di Bidang Teknologi Pangan sejak tahun 1995 sampai sekarang. Atas prakarsa Lukmanul Hakim pula, Universitas Djuanda Bogor pada 2011 lalu mendirikan Fakultas Ilmu Pangan Halal. Hingga kini, Lukmanul Hakim juga aktif di Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) sebagai anggota Dewan Pakar.(FM)