Tim Pencari Fakta (TPF) kasus Tolikara MUI yang terjun ke lokasi peristiwa Papua, pada 11-15 Agustus lalu, menemukan fakta bahwa kasus Tolikara sangat kompleks. Kasus ini terjadi pada Idul Fitri lalu, ketika ratusan orang gerombolan anggota Gereja Injili Di Indonesia (GIDI) melakukan penyerangan dan pengusiran terhadap umat Islam yang sedang shalat Ied. Mereka membakar masjid dan banyak kios milik pedagang Muslim.
Ketua TPF MUI untuk Kasus Tolikara, Jenderal Anton Tabah, menjelaskan bahwa selain ada indikasi kasus ini terjadi karena dimanfaatkan oleh OPM (Organisasi Papua Merdeka), kasus Tolikara juga dipicu oleh pidato Presiden Jakowi ketika melakukan kunjungan kerja ke Papua pada April 2015. Saat ini, Presiden mengatakan bahwa orang asing dan wartawan asing bebas masuk ke Papua.
“Pernyataan Jakowi tersebut dimanfaatkan betul oleh pribadi maupun lembaga asing yang pro-OPM untuk masuk ke Papua,” tegas Anton Tabah. Termasuk di antaranya, organisasi rumpun Melanesia ULMWP (Union Liberaly Melanesia and West Papua) yang berpusat di Papua Nugini ikut memprovokasi atau memperkeruh suasana.
Lembaga-lembaga asing serta perorangan asing yang mengaku pendeta dari Israel tetapi paspornya Amerika Serikat turut pula mengobarkan kecintaan rakyat Papua pada Israel. Mereka berkomunikasi intensif dengan pihak GIDI di Tolikara, selain ada yang datang ke Tolikara, sehingga mendorong rakyat Papua mengibarkan bendera Israel, bukan mengibarkan bendera merah-putih.
Untuk mengatasi masalah dan menghindari terjadinya peristiwa sama di masa mendatang, TFP MUI menerima usulan dari masyarakat. Di antaranya, para tokoh Tolikara ingin melakukan studi banding ke Provinsi Aceh, untuk mengetahui lebih jelas bagaimana penanganan kasus GAM bisa diatasi, sehingga ke depan NKRI menjadi lebih kokoh, termasuk di Papua.
Masyarakat juga berharap, pihak Pemda dan Polri/TNI menggalakkan pembinaan masyarakat. Diperlukan adanya wadah pembinaan bagi kaum muda Tolikara. “Selama ini, sama sekali tak ada pembinaan terhadap kaum muda di sana,” jelas Anton Tabah.
Masyakarat pun berharap, pemekaran wilayah Papua menjadi empat privinsi agar diprioritaskan dan disegerakan. Hal ini diharap akan mempercepat pemerataan pembangunan, peningkatan ekonomi, keamanan, ketertiban, serta pendidikan rakyat Papua.