JAKARTA— Guru Besar Fisip Universitas Tanjungpura Kalimantan Barat, Prof Sri Haryaningsih mendorong penerapan kampus bebas narkoba.
Prof Sri mengungkapkan, data dari Badan Narkotika Nasional (BNN RI) 2022-2023, 4.8 juta rakyat Indonesia telah menggunakan narkoba. Angka ini diprediksi akan terus meningkat setiap tahunnya.
“Narkotika belum menjadi perhatian dan urgensi perguruan tinggi,” kata dia dalam keterangan tertulis yang diterima MUIDigital, Senin (10/7/2023).
Oleh karena itu, dia mendorong terciptanya kampus yang bersih dari narkoba. “Tujuannya agar para dosen memiliki pengetahuan, keterampilan untuk memberikan informasi dan edukasi tentang bahaya narkoba melalui pembelajaran,” jelasnya.
Sementara itu, Ketua Ganas Annar MUI, Titik Haryatik, mengatakan kampus bebas narkoba harus bisa didukung oleh semua pihak.
“Apabila ada yang menghalangi seperti dosen dan pimpinan universitas, maka itu musuh negara dan harus ditindak,” ungkapnya.
Selain itu, dia juga mengusulkan kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim menerapkan kurikulum pencegahan narkoba.
“Jadi selama ini kurikulum pencegahan narkoba ini belum ada. Apalagi di kurikulum merdeka, padahal itu sangat penting sekali,” kata Ketua Ganas Annar MUI, Dr itik Haryatik disela-sela Seminar Internasional, di Wisma Mandiri, Jakarta Pusat, Rabu (5/7/2023).
Kegiatan seminar internasional ini diinisiasi oleh Ganas Annar MUI bekerja sama dengan Universitas Al-Azhar Indonesia, Universitas Sains Islam Malaysia (USIM), dan Asosiasi Dosen Indonesia (ADI).
Titik menambahkan, apabila kurikulum pencegahan narkoba itu dimasukkan, maka akan dilaksanakan oleh seluruh guru dan dosen dalam mata kuliah atau pelajaran.
“Disitu bisa masuk informasi, edukasi-edukasi, bagaimana peserta didik kita ini bisa memiliki (karakter) daya tangkal dan juang melawan narkotika,” sambungnya.
Karakter tersebut, ujarnya, perlu diperkuat bukan hanya melalui proses belajar, melainkan juga dari keluarga.
Titik menerangkan, untuk menerepkan kurikulum tersebut, membutuhkan regulasi-regulasi dari sinergi kementrian terkait. Di antaranya kementrian agama, kesehatan, ketenagakerjaaan dan PPA.
Dengan adanya kurikulum pencegahan narkoba, Titik berharap, bisa menciptakan generasi unggul, khususnya pada bonus demografi pada 2035.
Meski begitu, Titik mengaku, pihaknya akan terus mengupayakan rencana ini dengan membahasnya secara matang oleh BNN RI. Tujuannya, agar rencana ini bisa diterima oleh pemerintah.
“Terbentuknya kolaborasi dan sinergi dalam regulasi apa yang bisa dikeluarkan. Ini untuk umat, anak didik kita, semua anak berhak mendapatkan pendidikan. Tapi bagaimana pendidikan kita kalau tidak memperdulikan anak terhadap bahaya penyalahgunaan narkoba,” kata dia. (Sadam, ed: Nashih)