JAKARTA – Suasana tahun politik kian terasa hangat di lingkungan masyarakat. Menurut Ketua MUI Bidang Dakwah dan Ukhuwah, Kiai Cholil Nafis, pada momentum politik seperti ini para tokoh agama (Kiai) banyak didatangi oleh tokoh-tokoh politik untuk meminta restu dan juga dukungan.
“Di musim kampanye seperti saat ini, kiai-kiai, ustad-ustad banyak yang kedatangan tamu, minimal Caleg (Calon Legislatif),” ujar Kiai Cholil Nafis pada agenda silaturahim dan halaqoh dakwah bersam MUI Jakarta Pusat pada Senin, (19/06/23).
Seperti pada tahun-tahun sebelumnya, jelang momentum pemilihan presiden dan wakil presiden masyarakat Indonesia akan terpecah menjadi beberapa kelompok. Mereka berkumpul untuk memberikan dukungan kepada calon pemimpin yang dianggapnya paling layak.
Menanggapi hal ini, Kiai Cholil Nafis meminta kepada masyarakat untuk tidak saling menjelek-jelekkan antara calon yang satu dengan calon yang lain. Menurutnya, siapapun yang menjadi calon presiden adalah orang-orang pilihan yang tentunya memiliki prestasi baik.
“Saat ini yang muncul di permukaan sebagai calon presiden ada tiga nama. Tetapi biasanya nanti pendukung A menjelekkan si B dan juga sebaliknya. Sebenarnya si A atau si B yang jadi tidak ada urusan (tidak kenal) sama kita,” kata dia.
“Mereka yang dicalonkan oleh organisasi (sebagai capres dan cawapres )itu orang terbaik, sampai dijadikan calon itu berarti orangbaik, tidak mungkin kalau bukan orang baik dan berprestasi bisa dicalonkan oleh sebuah organisasi. Lalu kenapa, ketika dia (yang dicalonkan) baik-baik saja, sementara kita berantem,” tuturnya.
Lebih lanjut Kiai Cholil Nafis menyampaikan apabila hal-hal tersebut sampa masuk ke ranah masjid, maka lambat laun masjid tersebut akan hancur akibat pertikaian antar jamaah.
“Maka hal yang seperti ini jika masuk dalam ranah masjid, saya yakin akan bubar jamaahnya. Karena setiap masuk masjid bukannya mendapat pengajian, tetapi hanya berantem,” ungkapnya.
Untuk itu, Kiai Cholil Nafis meminta agar para tokoh agama tidak ikut hanyut dalam mengkampanyekan tokoh-tokoh politik saat berdakwah di dalam masjid.
Menurutnya, selain menjadi tempat ibadah bagi umat muslim, masjid juga sebagai sentral dakwah yang menyebarakan ajaran-ajaran islam. Maka, melakukan kampanye di dalam masjid bukanlah hal yang dibenarkan, karena dapat menimbulkan perpecahan antar jamaah.
Dalam hal ini, peran takmir masjid sangat diperlukan, karena takmir masjid lah yang menentukan siapa saja yang akan mengisi cermah atau berdakwah di masjid tersebut. Kiai Cholil Nafis juga menegaskan agar takmir masjid lebih teliti saat mengundang tokoh agama agar tidak terjadi dakwah-dakwah yang disusupi oleh aksi kampanye.
“Maka, tidak perlu mengundang orang-orang yang mau kampanye di dalam masjid. Kalau besok ada yang kampanye untuk memilih salah satu calon baik presiden ataupun legislatif, besoknya nggak usah diundang lagi. Kalau sekiranya menimbulkan masalah, langsung dibisikin (pak, sudah berhenti saja pak, kita ganti sholawatan),” kata Kiai Cholil.
“Kalau di luar masjid silahkan berkampanye, tetapi di dalam masjid jangan berkampanye,” tegasnya.
Sebelum mengakhiri sambutannya, Kiai Cholil menyampaikan bahwa sebenarnya berbicara politik di dalam masjid bukanlah hal yang tabu, bahkan membicarakan politik di dalam masjid sebenarnya dibolehkan. Akan tetapi, politik yang dimaksud adalah keadaban.
“Jadi, apakah tidak boleh bicara politik di masjid? jelas boleh. Akan tetapi yang dibicarakan adalah politik keadaban, yang dibicarakan terkait bagaimana menjaga NKRI, memilih pemimin yang adil, jujur, dll,” pungkasnya.
(Dhea Oktaviana/Angga)