JAKARTA- Sinergi antara Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) memiliki potensi yang besar untuk memitigasi ancaman dalam pemilihan umum (Pemilu) dengan lebih optimal. Hal ini disampaikan oleh Ketua Bawaslu Jakarta Pusat, Halman Muhdar, mengingat pentingnya peran pihak-pihak di luar lembaga penyelenggara Pemilu.
Halman menyambut baik adanya sinergi antara MUI dan Bawaslu, terutama di wilayah Jakarta Pusat. Menurutnya, sinergi tersebut dapat lebih efektif dalam mengatasi kecurangan dan potensi perpecahan yang mungkin terjadi dalam Pemilu.
“Kami bersyukur dan siap bekerja sama dengan MUI Jakarta Pusat, dalam rangka kolaborasi dan kerja sama untuk mengatasi potensi-potensi tersebut (kecurangan) agar tidak berkembang,” ujar Halman dalam acara Silaturrahmi dan Halaqah Dakwah MUI, pada Senin (19/6/2023).
Halman juga mengemukakan isu-isu besar yang sering terjadi dalam Pemilu, seperti ujaran kebencian, berita bohong (hoaks), dan politisasi SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan). Isu-isu ini tidak hanya menghambat proses Pemilu, tetapi juga mengancam persatuan dan kesatuan bangsa.
Ia memberikan contoh fenomena politisasi SARA yang terjadi pada Pilkada Jakarta tahun 2017. Saat itu, politisasi SARA marak terjadi, bahkan Bawaslu kesulitan dalam menertibkan kampanye yang mengandung ujaran kebencian antara satu kandidat dengan kandidat lainnya.
“Bawaslu dan aparat penegak hukum sulit untuk melakukan netralisasi terhadap pandangan yang sudah terlanjur terpapar kepada orang-orang yang salah menempatkan pilihan politiknya,” ungkapnya.
Untuk menanggulangi hal semacam ini, Halman mengatakan bahwa partisipasi para dai, tokoh masyarakat, tokoh agama, dan tokoh perempuan sangat diperlukan melalui pendekatan persuasif dan edukasi yang transformatif tentang makna pelaksanaan Pemilu.
“Menurut kami, pendekatan ini lebih membantu dan lebih efektif dalam mendorong atau mengedukasi pengetahuan yang positif di lingkungan masing-masing,” tambahnya.
Dengan sinergi antara MUI dan Bawaslu serta partisipasi aktif dari berbagai pihak, diharapkan ancaman yang mungkin timbul dalam Pemilu dapat diminimalisir, sehingga tercipta proses Pemilu yang adil, damai, dan berkualitas.
(A Fahrur Rozi)