JAKARTA – Indonesia sebagai negara dengan mayoritas penduduk yang memeluk agama Islam membuat negara ini dijuluki sebagai Negara Sejuta Masjid.
Dewan Masjid Indonesia (DMI) menyebutkan jumlah masjid di Indonesia lebih dari 800 ribu bahkan hingga 1 juta termasuk mushala.
Masjid sendiri merupakan tempat ibadah bagi umat muslim untuk melaksanakan ibadah shalat dan ibadah lainnya.
“Masjid tidak hanya sebagai tempat ibadah //(mahdhoh)// tetapi juga ibadah sosial yang lebih luas //(ghoir mahdhoh),// seperti pendidikan, ekonomi, sosial budaya, tempat musyawarah dan lainnya,” ujar Komisioner BWI Pusat, Dr Tatang Astarudin, pada Penyuluhan Hukum Wakaf, di Kantor MUI, Jakarta Pusat, Selasa (6/6/2023).
Menurut data pada Sistem Informasi Masjid (SIMAS)
Kementerian Agama RI 2002, jumlah masjid dan mushala di Indonesia sebanyak 741.991.
“Problematika yang ada itu di antaranya terkait status lahan (tanah), konflik pengelolaan (Nazhir), perizinan (IMB, Status Bangunan), tata bangunan dan lingkungan, keadaan fisik bangunan dan kemakmuran,” ungkapnya.
Selaras dengan banyaknya jumlah masjid y ang ada di Indonesia, problematika yang ada juga sangat beragam. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) pada tahun 2012 melansir temuan bahwa 85 persen rumah ibadah di Indonesia tak berizin.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebenarnya telah mengeluarkan fatwa terkait status lahan masjid. Dalam fatwa MUI Nomor 54 Tahun 2014 Tentang Status Tanah yang Di Atasnya Ada Bangunan Masjid, dalam fatw atersebut disebutkan:
“Status tanah yang diatasnya ada bangunan masjid adalah wakaf. Adapun yang belum berstatus wakaf wajib diusahakan untuk disertifikasikan sebagai wakaf.
Pengurus masjid yang tanahnya yang secara formal belum berstatus wakaf harus diusahakan untuk disertifikasi wakaf sesegera mungkin untuk melakukan tertib administrasi danmencegah terjadinya penyimpangan.“
Sementara itu di kegiatan yang sama, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH Cholil Nafis, menyebut bahwa kesadaran surat menyurat soal wakaf sangat penting. Hal ini lantaran banyaknya orang yang berwakaf tetapi tidak mengurus surat menyuratnya.
“Saking jujurnya orang-orang kita ketika berwakaf tetapi tidak dicatat, biasanya dalam perjuangan masih utuh, tapi kalau sudah ada pendapatan beda pendapat,” kata Kiai Cholil.
Pencatatan surat menyurat dalam wakaf ini, jelasnya, juga penting dilakukan untuk menghindari adanya konflik di kemudiaan hari.Dia mengungkapkan, biasanya persoalan tersebut akan terjadi pada generasi kedua dan ketiga.
“Seringkali juga dari tanah wakaf yang ada di tengah-tengah kita ini bermasalah ketika generasi kedua dan ketiga,” ungkapnya.
Kegiatan yang bertajuk: Penguatan Peran dalam Pengelolaan dan Pengembangan Wakaf ini digelar atas kerja sama antara MUI dan Badan Wakaf Indonesia (BWI).
Hadir dalam kegiatan ini antara lain Sekjen MUI Buya Amirsyah Tambunan, Direktur Pemberdayaan Zakat dan Wakaf Kemenag RI Dr Tarmizi Tohor, dan Ketua Divisi KKA BWI Pusat Gatot Abdullah Mansyur. (Dhea Oktaviana/ Sadam Al Ghifary, ed: Nashih)