JAKARTA – Suasana tahun politik saat ini sudah mulai dirasakan masyarakat Indonesia, khususnya bagi warga Ibu Kota Jakarta.
Jelang Pemilihan Presiden 2024 mendatang, Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (Waketum MUI), KH Marsudi Syuhud, mengatakan dalam urusan berbangsa dan bernegara, Indonesia sudah memiliki tradisi dari para tokoh-tokoh pejuang bangsa terdahulu untuk musyawarah dan mufakat.
“Bagi warga Indonesia, hasil dari musyawarah tokoh-tokoh kita terdahulu memutuskan bahwa inti dari berbangsa dan bernegara ini adalah musyawarah mufakat, dasarnya adalah Pancasila, dan pancasila itu lahir dari hasil musyawarah mufakat, tidak hanya hasil dari satu atau dua orang,” kata dia dalam Manaqib Syeikh Abdul Qodir Al-Jaelani yang diselenggarakan di Pesantren Ekonomi Darul Uchwah Jakarta, (4/6/23).
“Inti dari kita berbangsa dan bernegara adalah musyawarah mufakat. Kemudian, musyawarah menjadi aturan, menjadi dasar negara kita (Pancasila), Undang-Undang Dasar Republik Indonesia, konstitusi, Undang-Undang untuk menjalankan pemerintahan dan lain-lain,” kata dia.
Menurut Kiai Marsudi, hal-hal yang menjadi urusan manusia saat ini, salah satu dasarnya adalah wa syawirhum fil amr.
“Mulai kemerdekaan sampai menciptakan dan mensepakati dasar negara, itu adalah perintah Allah SWT dalam Alquran,” kata dia.
Dia juga mengatakan, perintah tersebut juga telah disebutkan Allah SWT dalam firman-Nya yang tertuang pada surat Ali Imran ayat 159.
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللّٰهِ لِنْتَ لَهُمْ ۚ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيْظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوْا مِنْ حَوْلِكَ ۖ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِى الْاَمْرِۚ
“Maka berkat rahmat Allah engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu. Karena itu maafkanlah mereka dan mohonkanlah ampunan untuk mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu.”
Lebih lanjut, Kiai Marsudi juga menjelaskan terkait kebijakan politik yang diajarkan agama Islam. Dia mengutip pada kitab Mafatih as-Siyasah. Kebijakan politik yang diajarkan Islam ada dua yaitu :
- Ad-dairah al-manshushah (lingkaran hal yang ditentukan).
- Ad-dairah al-mufawwadhah lil ummah, (lingkaran yang dilegasikan untuk bangsa).
“Hal yang didelegasikan untuk bangsa kalau di Indonesia antara lain adalah memilih presiden, memilih gubernur, memilih bupati, memilih lurah, memilih RW, memilih RT. Tetapi, kalau menteri, kepala badan, dinas-dinas, direktur, dirjen, itu namanya ad-dairah al-manshushah (Lingkaran hal yang ditentukan),” tutur Waketum MUI yang juga merupakan Pengasuh Pesantren Ekonomi Darul Uchwah ini.
Dia mengatakan, jika merujuk pada kitab Mafatih as-Siyasah, maka sudah sangat jelas bahwasanya ad-dairah al- mufawwadhah lil ummah, (lingkaran yang dilegasikan untuk bangsa) diserahkan kepada bangsa atau umat untuk memilihnya.
Dalam hal ini, Kiai Marsudi juga menegaskan dalam proses memilih, bangsa atau umat harus menggunakan hak pilihnya secara teliti dan juga secara bijak.
“Ketika milih, jangan asal milih. Tidak usah saling jelek-jelakin, nggak usah memfitnah, nggak usah bikin berita bohong, nggak usah berbuat sesuatu yang dilarang Allah,” tegasnya.
“Seneng itu, ya udah masukin di pikiran dan hati, kalau tidak paham yang bagus yang mana, musyawarah dalam keluarga. Tapi jangan sampai pula karena beda pilihan dalam keluarga menimbulkan perbedaan akhirnya bercerai,” ujar dia menambahkan.
Dalam majelis tersebut, Kiai Marudi Syuhud juga mengutip kitab Syu’bul Iman karya Syaikh Muhammad Nawawi, didalamnya dijelaskan bahwa memilih pemimpin itu adalah wajib.
“Memilih presiden, dan pemimpin lainnya itu adalah akad secara perintah agama. Jadi, jangan sampai ada yang golput, karena ini merupakan akad politik ajaran agama. Jangan sembarangan dan asal milih, bahkan kalau bisa lakukan istikharah sebelum memilih, agar tidak salah pilih,” kata dia. (Dhea Oktaviana, Junaidi, ed: Nashih)