JAKARTA — Ketua Komisi Dakwah MUI, KH Ahmad Zubaidi mengimbau para dai agar dapat merawat keutuhan serta kemajemukan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Hal itu disampaikannya dalam acara Standardisasi Kompetensi Dai Angkatan ke-21 yang digelar Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) di Wisma Mandiri, Jakarta Pusat, Senin (29/5/2023).
“Supaya masyarakat merasa tenteram dengan bentuk negara yang ada, kemudian mempelajari bahwa negara ini terbentuk karena memang sebuah kesepakatan oleh para pendiri bangsa demi kemaslahatan bangsa ini,” ujarnya.
Kiai Zubaidi juga memaparkan bahwa tanpa NKRI yang berbasis Pancasila, belum tentu negara Indonesia akan aman, tenteram, dan damai. Karena banyak negara Islam di belahan dunia lain yang berkonflik padahal tidak semajemuk bangsa Indonesia.
“Banyak negara Islam yang terlibat konflik internal, perang saudara, padahal kemajemukan mereka tidak semajemuk Indonesia,” tuturnya.
Maka menurut Kiai Zubaidi, para dai harus menyadari betapa pentingnya kemajemukan supaya tidak bernasib sama seperti negara lain yang terlibat konflik.
Lebih lanjut, dia mengatakan standardisasi dakwah MUI bertujuan salah satunya untuk meningkatkan kompetensi dai dalam berdakwah. Sehingga para dai ketika berdakwah dapat memperhatikan keadaan objek dakwahnya.
“Standardisasi menekankan agar para dai lebih mengutamakan persatuan dan persaudaraan umat dari pada berdakwah pada hal-hal yang dapat menimbulkan perpecahan,” jelasnya.
Kiai Zubaidi menyampaikan, standardisai dakwah juga bertujuan untuk menyatukan persepsi para dai dalam berdakwah di lingkungan masyarakat.
Dikatakan oleh Kiai Zubaidi, fenomena penolakan terhadap para dai ini benar-benar terjadi. “Jadi kita harus mempunyai strategi-strategi dakwah agar bisa diterima di seluruh masyarakat,” sambungnya.
Kiai Zubaidi menerangkan, strategi yang dimiliki oleh para dai sangat diperlukan untuk menjalankan misi yang benar sesuai dengan fiqh maupun amaliyah yang dijalani oleh masyarakat.
Meski begitu, Kiai Zubaidi mengakui, kegiatan standardisasi dakwah ini awalnya menjadi kontroversi.
“Namun kita menjelaskan sedetail mungkin bahwa standardisasi ini bukan untuk membatasi gerak para dai. Malah sebaliknya memperluas kemudahan dai dalam berdakwah,” ujarnya.
Kiai Zubaidi melihat, kondisi di lapangan juga membutuhkan para dai yang memiliki kompetensi yang cukup, baik dari segi kompetensi keagamaan maupun keilmuan dasar dalam islam.
“Mari kita bersama di forum ini, kita mengajak untuk kemajuan masyarakat dengan dakwah yang konstruktif,” sambungnya.
Diketahui, acara Standardisasi Kompetensi Dai ini merupakan kegiatan angkatan kedua puluh satu.
Agenda tersebut akan terus diselenggarakan oleh Majelis Ulama Indonesia guna meningkatkan kompetensi dan metode dakwah para dai di Indonesia. (Shafira Amalia, ed: Nashih)