JAKARTA — Direktur Pusat Kristen Timur Tengah di Seminari Prebisterian, Kairo, Dr. Wageeh Mikhail memaparkan dan mengingatkan bahwa dialog interaktif antar umat beragama sekali-sekali bukan berasal dari Barat melainkan telah menjadi tradisi Timur, Islam dan Kristen terutama pada masa Khalifah Abbasiyah.
“Sering kita mendengar bahwa ajakan berdialog atau hidup berdampingan (antar umat beragama) berasal dari Barat, hal seperti ini sering muncul,” kata Wageeh saat menjadi pembicara pada acara Konferensi Internasional MUI di hotel Sultan, Jakarta, Minggu (21/5/2023).
“Atau sering kita dengar banyak organisasi asal Barat mengajak berdialog ke negara kami,” sambungnya.
“Malam ini, saya akan coba menegaskan bahwa ajakan dialog berasal dari Islam dan Kristen jauh sebelum Barat melakukannya,” paparnya.
Dirinya menjelaskan bahwa sebagaimana kita ketahui, minimal dari sejarah kekhalifahan Abbasiyah bahwa pemerintahannya selalu mengadakan dialog terbuka yang dihadiri para cendikiawan dengan latar belakang yang berbeda-beda.
“Mereka (pemerintah Abbasiyah) memberi jaminan rasa aman dan tenang bagi setiap peserta dialog sehingga para peserta bebas memberi pendapat tanpa rasa takut,” jelasnya.
Wageeh juga memberikan bukti lain yang menunjukkan kekhalifahan Abbasiyah menjunjung keberagaman. Hunain bin Ishak, penerjemah handal yang beragama Kristen sempat diangkat menjadi pemimpin Perpustakaan Baitul Hikmah, salah satu perpustakaan terbesar yang pernah dimiliki peradaban Islam. Hal ini terjadi pada masa Khalifah al-Makmun.
“Maka hari ini kita harus memikirkan di peradaban ini, hendaknya kita mencontoh hal tersebut, dan mengambil hal-hal yang kita sepakati bersama dalam agama demi kebangkitan negara dan bangsa kita,” tutur Wageeh.
“Seruan berdialog bukan seruan Barat, (melainkan) Timur baik Islam maupun Kristen terutama pada masa Khalifah Umayyah dan Abbasiyah bahkan sampai Mesir, Timur sangat gemilang dan kita berharap, berdoa kepada Tuhan mengembalikan kegemilangan Timur sekali lagi,” pungkasnya.
(Ilham Fikri/Fakh)