JAKARTA – Sekretaris Jenderal Kementerian Agama RI, Prof Nizar Ali, menutup secara resmi Konferensi Internasional, ‘Agama, Perdamaian dan Peradaban’ Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang bekerja sama dengan Rabithah Alam Islami di Golden Ballroom Hotel Sultan, Jakarta, Selasa (23/5/23).
Dalam sambutannya, Nizar mengatakan dalam menghadapi tuntutan dan perubahan zaman yang terjadi saat ini, masyarakat harus berpegang teguh pada agama.
Menurut dia, agama merupakan sumber kekuatan dalam menghadapi perkembangan zaman.
“Nilai-nilai agama akan senantiasa menjadi sumber kekuatan yag tak tergantikan untuk menghadapi segala bentuk perkembangan zaman. Mulai dari aspek kehidupan sosial, budaya, politik, ekonomi, bahkan nilai agama dapat dijadikan sumber untuk mengatasi konflik,” kata dia mewakili Menteri Agama, Yaqut Cholil Qaumas.
Prof Nizar menyatakan di Indonesia, keberadaan agama merupakan sebuah keniscayaan, jauh sebelum Indonesia disahkan sebagai sebuah negara, Indonesia sudah sangat kental dengan sistem kepercayaan. Beragam sistem kepercayaan serta beragam agama tumbuh di Indonesia.
Hingga saat ini setidaknya ada enam agama yang dianut di Indonesia, artinya mayoritas warga negara Indonesia menganut salah satu agama yang dipercayai masing-masing.
“Beragam agama yang tumbuh subur di Indonesia saya kira memiliki satu kesamaan ajaran sebagai dasar hidup bermasyarakat, ajaran tersebut adalah ajaran kasih sayang,” ungkapnya.
Dia menegaskan tidak ada satu agama pun yang mengajarkan pada kebencian dan permusuhan, bagaimana mungkin kebaikan yang menjadi dasar paling utama dari setiap agama diraih melalui kebencian dan permusuhan.
Dia berpandangan, dalam setiap agama diajarkan nilai-nilaik kasih sayang antarsatu sama lain. Kasih sayang yang ditujukan kepada sesama manusia tanpa memandang agama, suku, warna kulit, dan perbedaan lainnya akan menghasilkan perdamaian.
“Kasih sayang ini lah yang seharusnya dipatenkan dan dipraktekkan oleh setiap penganut agama. Baik kasih sayang yang ditujukan kepada alam semesta, ataupun sesama manusia,” ujar dia.
Menurut Prof Nizar, agama yang oleh mayoritas penganutnya banyak dimaknai sebagai identitas kelompok sosial acapkali melahirkan konflik. Padahal, apabila agama dimaknai sebagai salah satu sumber kebaikan yang dapat membangun peradaban, maka konflik tersebut tidak harus terjadi.
Dia berkeyakinan, setiap pemeluk agama yang benar-benar membatinkan ajaran agamanya masing-masing akan senantiasa mencintai dan menciptakan perdamaian.
Dia berharap Konferensi Internasional yang bertajuk Agama, Perdamaian dan Peradaban yang mengahasilkan ‘Deklarasi Jakarta’ dapat benar-benar merealisasikan hasil-hasil pertemuan yang telah dirumuskan.
Dia juga berharap Deklarasi Jakarta tentang implementasi moderasi beragama sebagai solusi untuk membangun harmoni, mengatasi radikalisme dan pobhia dapat benar-benar terrealisasikan.
“Marilah kita bergandengan tangan dan memperkokoh persatuan, karena itu akan semakin meneguhkan langkah kita dalam menghadapi segala bentuk permasalahan,” tutur dia. (Dhea Oktaviana, ed: Nashih)