JAKARTA— Majelis Ulama Indonesia menggelar acara Halal Bi Halal di hotel Bidakara, Jakarta pada Kamis, 18 Mei 2023. Acara rutin yang diselenggarakan MUI setiap tahun saat Syawal.
Halal Bi Halal tahun ini mengusung tema “Merajut Solidaritas Umat untuk Membangun Bangsa”. Demi mewujudkannya, MUI mengundang sejumlah ormas Islam dan agama lain, tokoh bangsa, hingga para ketua partai politik mengingat tensi perpolitikan tanah air sudah mulai memanas.
Dalam sesi tausiyah, Pengasuh Pesantren Mambaul Ulum” Berasan, Muncar, Banyuwangi Jawa Timur, KH M Anwar Iskandar, mengatakan keimanan dan ketakwaan tidak akan lengkap bila tidak dibarengi kesadaran persatuan dan kesatuan bangsa.
“Betapa pentingnya arti bersatu itu digandeng dengan kata takwa kepada Allah SWT,” jelasnya dengan mengutip ayat 103 surat Ali Imran.
“Seakan-akan Allah SWT itu mengatakan betapa pun hebatnya kalian bertakwa kepada Allah SWT, betapa pun kalian berpegang teguh pada prinsip agama, bila kalian tidak mampu menciptakan persatuan di tengah kehidupan, maka kedua hal itu kurang ada artinya,” sambungnya.
Maka, tutur Kiai Anwar, pesan berikutnya dari ayat tersebut adalah betapa indahnya ukhuwah, persaudaraan. Sebaliknya, betapa buruknya permusuhan.
“Kita dapat mengatakan perpecahan itu hakikatnya adalah naar (neraka) duniawi,” tuturnya.
Sementara itu, Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, KH Dr Saad Ibrahim dalam tausiyahnya menyatakan dalam upaya merajut solidaritas dan kesatuan bangsa, tidak cukup dengan kata-kata saja, tetapi harus dibarengi tindakan nyata.
“Di dalam upaya untuk merajut solidaritas umat, demi membangun bangsa, tidak cukup hanya kita bicarakan, tidak cukup kita wacanakan, yang jauh lebih penting, adalah kita lakukan,” jelasnya.
Bukti nyata mengenai persatuan tersebut, Kiai Sa’ad lukiskan saat mengisahkan pengalamannya yang merupakan tokoh Muhammadiyah tetapi memiliki hubungan erat dengan Nahdlatul Ulama.
“Tentu saya seorang Muhammadiyin, tetapi sudah lama hati saya nyambung, bahkan dengan pondok pesantren yang di situlah Kiai Hasyim Asy’ari berada, yaitu Pondok Pesantren Tebuireng,” ujarnya.
Kemudian, dalam konteks tahun politik, Kiai Sa’ad mengingatkan bahwa potensi terbesar yang dimiliki untuk mewujudkan solidaritas umat adalah di tangan mereka yang memiliki kekuasaan.
“Yang punya peluang besar untuk terwujudnya solidaritas dengan sesungguh-sungguhnya ialah yang di tangannyalah kekuasaan itu ada,” kata dia. (Ilham Fikri, ed: Nashih)