JAKARTA—Silaturahim Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) bersama Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) dan para dai se-Jabodetabek dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) menghasilkan lima kesepakatan. Hal itu merupakan bentuk ikhtiar dalam memperkokoh ukhuwah umat di tahun politik.
Kesepakatan tersebut disampaikan Ketua Komisi Dakwah MUI, KH Ahmad Zubaidi dalam keterangan tertulis kepada MUIDigital, Jumat (19/5/2023). Silaturahim yang digelar pada Selasa (16/5/2023) lalu itu berkomitmen menjadikan masjid sebagai rumah bersama menyemai persatuan umat.
“Pada prinsipnya silaturrahim kemarin menghasilkan kesepakatan-kesepakatan,” ujar Kiai Zubaidi.
Berikut lima kesepakatan yang berhasil dirumuskan bersama DKM dan para dai:
- Menyepakati bahwa masjid menjadi rumah bersama dan tenda besar umat Islam sehingga masjid tidak dijadikan sebagai arena kampanye politik praktis
- Bersepakat untuk menjadikan masjid sebagai tempat untuk merawat ukhuwah Islamiyah kendati terdapat perbedaan pilihan politik umat Islam persatuan tetap bisa dijalin di dalam masjid
- Bersepakat senantiasa memberikan Pendidikan politik kepada masyarakat agar supaya masyarakat dalam berpolitik menggunakan policy sewajarnya dan tidak memecah belah prefensi politik berbeda
- Bersepakat senantiasa memberikan pemahaman politikkepada masyarakat bahwa perbedaan pilihan politik di tengah masyarakat adalah hal yang wajar dan tidak memberikan sebutan negatif terhadap pihak yang berbeda prefensi politiknya
- Bersepakat untuk memberikan pendampingan (guiden) terhadap dakwah di dalam masjid agar dakwah tetap mengedapankan kesantunan, mencerdaskan umat, serta mengajak umat mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Sementara itu, dalam sambutan pembukaan Silaturahim dan Halaqah tersebut, Ketua MUI Bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH M Cholil Nafis menegaskan bahwa MUI tidak akan masuk dalam politik praktis dan tidak akan mendukung siapapun yang akan menjadi pasangan calon presiden dan calon wakil presiden.
“Yang harus kita perhatikan dalam kerangka politik adalah persatuan. MUI tidak ikut dalam politik praktis, MUI tidak akan ikut dukung mendukung,” kata dia.
“Tetapi MUI tidak akan memasungn terhadap hak politik masing-masing, tetapi tidak boleh menggunakan lembaga MUI untuk mendukung politik,” ujar dia.
Berkaitan dengan hal tersebut, Kiai Cholil juga berharap agar pada tahun-tahun politik ini, setiap partai, anggota partai atau bahkan capres dan cawapres nantinya tidak menggunakan masjid sebagai salah satu tempat untuk melakukan kampanye. Hal ini karena menurutnya, masjid merupakan tempat ibadah yang sakral, yang mana di dalamnya diharapakan terjaga kesatuan, persatuan dan tali silaturahim yang kuat tanpa memandang warna politik manapun.“Di dalam rumah ibadah kita, bukannya kita tidak mau berbicara tentang politik tetapi langkah prefentif. Kalau di dalam masjid itu ada yang merah, kuning, hijau, terus kampanye di dalam masjid itu nanti bisa pecah belah ketika kita meluruskan shaf di masjid itu,” ujarnya.
Memasuki tahun politik, yang menjadi concern MUI adalah politik keadaban. Selain itu MUI juga fokus pada kesatuan dan persatuan bangsa.
“yang menjadi konsen MUI adalah persatuan dan kesatuan, yang menjadi konsen MUI adalah harus kita selamatkan NKRI, kita selamatkan untuk keutuhan ank bangsa ini. Itu yang menjadi konsen kita, yaitu politik keadaban bukan politik praktis.
“Tapi bicara politik keadaban, cari yang jujur, cari yang benar, kemudian kita membangun bangsa, cinta Tanah Air, itu kewajiban,” ujar beliau menambahkan. (A Fahrur Rozi/Dhea Oktaviana, ed: Nashih)