JAKARTA— Habib Nabiel Al Musawa menjelaskan perbedaan adalah keniscayaan dan merupakan kehendak Allah SWT. Bahwa hanya Allah saja yang Maha Esa (Ahad), selain-Nya pasti berbeda-beda dan beragam.
“Islam itu hanya mengakui yang namanya Ahad (Maha Esa), at-tauhid hanya bagi Allah, adapun yang namanya makhluk itu seluruhnya beragam,” jelas Habib Nabiel pada acara Silaturahmi & Halaqah Dakwah yang bertajuk “Urgensi Peran Dai dan Dewan Kemakmuran Masjid dalam Menjaga Ukhuwah di Tahun Politik”. Kegiatan ini diselenggarakan oleh Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) di Aula Buya Hamka, Jakarta, Selasa (16/5/2023).
Habib Nabiel mengajak seluruh dai memahami hal ini sehingga para da’i tidak serta-merta memaksa jamaah untuk ikut pada pendapatnya saja. “Jadi orang yang ingin menyatukan semua orang dalam satu jenis manhaj atau madzhab itu enggak paham fikih,” tegasnya.
Maka dari itu, sambung Habib Nabiel, perintah Allah kepada kita, bukan untuk memaksa orang-orang agar satu jenis, satu pendapat saja, melainkan Allah memerintahkan kita menjadi umat yang tengah-tengah, adil, moderat.
Lebih lanjut, dalam konteks menyambut tahun politik, Habib Nabiel menyeru para dai supaya memahami bahwa dalam pilihan politik itu sama sekali tidak berhubungan dengan inti agama (akidah, ushuluddin).
“Dalam imamah (kepemimpinan) dan penentuan syaratnya, berhubungan dengan negara dan politik, tidak sedikitpun berimplikasi pada pengkafiran,” tegasnya.
Dalam kesempatan tersebut, Habib Nabiel mengutip pendapat beberapa ulama yang kesimpulannya menunjukkan dalam memilih pemimpin itu tidak ada hubungannya dengan status seseorang apakah dia Muslim atau kafir.
“Sehingga enggak perlu misalnya suami dengan istri cerai hanya gara-gara beda capres, beda partai, beda caleg, ini kita harus memberikan pencerahan untuk menghilangkan yang begini,” tuturnya. (Ilham Fikri/Fakh)