JAKARTA – Kasus penembakan kantor Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang terjadi pada Selasa (2/5/2023) lalu bisa dijadikan momentum untuk mendisiplinkan kepemilikan senjata api.
Menurut ahli kontra terorisme, Zora A Sukabdi, tidak sembarang orang diperbolehkan memiliki senjata, harus ada beberapa prosedur yang lebih diperketat untuk meminimalkan terulangnya kejadian serupa.
“Menurut saya dan tim, kami melihat bahwa memang ini sudah waktunya, momentum untuk mendisiplinkan. Karena kalau Indonesia senjata-senjata seperti itu kan ilegal. Jadi jangan sampai kematiannya pak Mustafa (pelaku) ini sia-sia, kita pergunakan saja untuk mendisiplinkan adanya senjata-senjata ilegal yang beredar,” kata dia kepada MUIDigital, seusai rapat bersama Tim Investigasi Internal MUI, di Jakarta, Senin (8/5/23).
Zora menegaskan, keseluruhan senjata yang beredar harus mengantongi perizinan yang jelas.
“Semuanya harus punya izin yang jelas, bukan hanya SKCK saja, bukan hanya anti PKI, semua harus tes psikologis untuk mengetahui kestabilan emosi dan psikologi dari orang yang memegang senjata itu,” ujar dia.
Dalam kesempatan tersebut, Zara juga mengungkapkan apresiasi kepada MUI yang dianggap sangat progresif untuk mengumpulkan informasi serta pandangan-pandangan ahli terkait kasus penembakan kantor yang terjadi pekan lalu.
“Menurut saya MUI sangat progresif ingin mengumpulkan dari berbagai angel, ingin tau dari psikolog, kemudian dari sudut balistik,dan juga pakar-pakar lain. Saya pikir ini budaya yang baru bahwa MUI ketika ada kejadian begini dia ingin tau membuka lateral thinking , jadi berpikir divergent, semua dikumpulkan, dimintai keterangan-keterangan,” ujar dia.
Dengan adanya kasus penembakan tersebut, Zora juga meminta kepada MUI untuk meningkatkan sistem maupun mekanisme yang ada di MUI.
“Menurut saya, untuk kedepannya kita jadikan ibrah saja, ditingkatkan saja mekanismenya, bahwa kedepan walaupun sudah ada sebelumnya tapi diimprove saja. Misalnya dengan hotline service atau sejenisnya, supaya umat bisa dengan mudah untuk meraih MUI dan para konselor-konselornya,” tutur dia.
“Tapi di satu sisi juga orang kalau mau meraih MUI juga harus punya adab, nggak boleh kasar caranya. Jadi kita ketemu di tengah, masyarakat mudah menggapai MUI dengan macam-macam platform atau aplikasi-aplikasi, MUI juga melihat kalau masyarakat memiliki adab yang baik akan dilayani,” tambahnya.
Dari hasil pemeriksaan yang dilakukan dengan tim, Zora menjelaskan bahwa pelaku penembakan kantor MUI tersebut memang memiliki gangguan kejiwaan, akan tetapi gangguan kejiwaan yang dimiliki belum tentu gila.
Hal ini karena yang bersangkutan masih bisa mempertanggungjawabkan perbuatannya.
“Hanya saja pelaku sudah keburu meninggal dikarenakan terkena serangan jantung, dan juga ada temuan-temuan lain bahwa memang dia juga ada sesak nafas, kemudian ada penyumbatan, ada lubang di jantung,” kata dia menambahkan. (Dhea Oktaviana, ed: Nashih)