JAKARTA – Kausus penembakan kantor Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyita perhatian banyak pihak. Pakar Psikologi Forensik, Reza Indragiri Amriel menyebutkan bahwa peristiwa ini bukan hanya sekedar penembakan gedung, akan tetapi ada beberapa kemungkinan yang membutuhkan investasi mendalam.
“Peristiwa di MUI ini bukan penembakan gedung. Tapi kalau kita baca isi suratnya ini bobotnya sangat serius,” Ujar Reza Kepada MUIDigital, (7/5/23).
Menurutnya, penembakan gedung MUI merupakan kasus yang sudah direncanakan, pasalnya dalam surat yang ditandatangani oleh pelaku terdapat narasi tentang rencana pembunuhan.
“Bahwasanya sudah ada rencana pembunuhan. Berarti pelaku ini patut dipandang sebagai calon pelaku pembunuhan atau bahkan bisa disebut residivis karena sudah pernah punya catatan pidana sebelumnya,” Kata dia.
Peristiwa yang terjadi di kantor MUI tersebut sangat disayangkan, selain melukai secara fisik bagi kantor MUI Pusat, peristiwa tersebut juga bisa meruntuhkan kepercayaan publik kepada institusi Polri yang baru saja mendapatkan kembali kepercayaan dari publik.
“Peristiwa dengan narasi seserius itu sayang seribu sayang harus terjadi ketika Polri baru saja menikmati hasil survei yang menunjukkan konon kepercayaan publik terhadap POLRI sedang meningkat. Tetapi terjadi peristiwa yang bisa saja meruntuhkan kepercayaan publik khususnya kepercayaan umat kepada institusi Kepolisian,” ungkapnya.
Reza menuturkan bahwasanya perlu dilakukan investigasi secara serius terhadap kejadian ini, sehingga kasus tersebut dapat diungkap dengan tuntas.
“Permasalahan yang serius ini harus diungkap secara tuntas, artinya harus diketahui motifnya dan seberapa jauh keterlibatan pihak-pihak di dalamnya, termasuk dari mana senjata itu diperoleh, bagaimana pelaku bisa masuk dalam anggota tembak menembak, itu harus diungkap tuntas,” tuturnya.
Selaras dengan hal tersebut, Reza juga menilai bahwa ada ketidaksinkronan antara isi surat yang ditanda tangani oleh pelaku dengan pernyataan pihak keluarga yang sempat berdialog dengannya.
“Saya melihat ada ketidaksinkronan antara isi surat dengan pernyataan pihak keluarga yang kebetulan beberapa hari lalu pernah bertukar pikiran atau berdialog dengan saya. Kalau mengacu pada keterangan keluarga memang kecenderungannya adalah pelaku ini waras, tapi kalau kita baca isi suratnya kesannya pelaku ini tidak waras. Jadi kemungkinanannya adalah satu, dia waras. Dua dia tidak waras,” Ungkapnya.
“Namun mengingat pelaku ini melakukan perbuatan tindak pidana, maka muncul kemungkinan ketiga, yaitu dia waras namun pura-pura tidak waras, guna menghindari proses hukum. Dan yang keempat, kemungkinan yang harus dicari tahu adalah adakah kemungkinan keterlibatan pihak lain yang mengacaukan simpulan kita terkait potret pelaku, apakah dia waras, tidak waras, atau waras tapi pura-pura tidak waras,” kata dia menambahkan.
Menurutnya, berdasarkan hasil obrolan bersama pihak keluarga, pelaku penembakan kantor MUI ini tidak memiliki hobi atau kegemaran tembak menembak. Menurut pihak keluarga pelaku juga tidak memiliki hobi mengoleksi senjata.
Hal tersebut tentu terdengar aneh, pasalnya pelaku tergabung dalam salah satu club menembak.
“Kan aneh jadinya, pelaku disebut-sebut tidak hobi menembak dan tidak punya kegemaran mengoleksi senjata lantas apa urgensinya bagi dia untuk masuk dalam club menembak,” kata Reza.
Menanggapi kasus ini, Reza menyebutkan bahwasannya dirinya tidak mau menganggap peristiwa ini sebagai peristiwa yang sepele, karena secara terang terangan sudah merusak MUI secara fisik, mempertaruhkan reputasi Polri dan juga mengganggu rasa ketentraman dan rasa aman masyarakat.
“Ketimbang membangun spekulasi yang terlalu minor yang mengesankan kita menyepelekan keseriusan kasus ini, saya lebih memilih untuk berspekulasi bahwa ini merupakan aksi yang berencana, yang terorganisasi dan lebih dari sekedar masalah sentimen pribadi,” ujar Reza.
“Silahkan diinvestigasi dan hasil investigasinya diumumkan ke publik oleh Polri,” tegasnya.
(Dea Oktaviana/Fakh)