JAKARTA— Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia, KH Marsudi Syuhud mengapresiasi terselenggaranya Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) ke-II yang diselenggarakan oleh Komisi Pengkajian, Penelitian dan Pengembangan Majelis Ulama Indonesia (KPPP MUI).
Dalam sambutannya, Kiai Marsudi menyampaikan amanah yang diemban KPPP MUI bertujuan untuk menjaga umat Islam dari pemikiran dan aliran sesat yang ada di Indonesia.
“Kendati tugas kita mengawasi persoalan yang berulang tiap tahunnya, akan tetapi hal inilah yang dapat dijadikan rambu-rambu bagi umat. Tolok ukur panduan adanya tolerasi dan perbedaan yang tidak melebar dari yang telah disepakati mayoritas ulama,” jelas Waketum MUI saat menmbuka Rakornas II di, Kamis (9/3/2023).
Dalam memahami perbedaan, Kiai Marsudi menegaskan toleransi tidak berlaku dalam kaitannya dengan akidah, khususnya dalam ajaran Islam. Sebab, ruang gerak MUI menyasar kepada umat Islam sebagai bagian tubuh dari MUI sendiri.
Oleh karena itu, apa bila ditemukan penyimpangan paham ataupun aliran, MUI berkewajiban untuk memberikan pengamanan kepada umat Islam.
Namun, apabila kejadian serupa terjadi di tubuh masyarakat non-Muslim, maka di luar wilayah pengawasan MUI.
“Kita benahi dulu yang ada di dalam diri. Urusan yang terkait dengan saudara non-Muslim, tugas kita hanya berdakwah. Toleransi harus tetap ada sesuai dengan rambu-rambu yang diatur Pemerintah. Sebab dalam konteks ini, kita merupakan warga negara,” katanya.
Kiai Marsudi juga menyampaikan, terkait perbedaan sejatinya telah dicontohkan Rasulullah SAW dalam mendirikan Negara Madinah. Rasa persatuan sebagai bangsalah yang menjadi spirit berdirinya negara, meskipun terdapat berbagai pemeluk agama di dalamnya.
Dengan demikian, dia juga menegaskan persatuan itu membentuk peraturan Piagam Madinah sebagai representasi peraturan pemerintah kala itu.
“Spirit Piagam Madinah tersebut apabila ditarik pada konteks Rakornas KPPP MUI ini adalah untuk menyatukan antara pandangan mazhab-mazhab dengan peraturan pemerintah yang telah ada. Bukan bertujuan memaksakan satu pandangan, akan tetapi menjaga umat yang kita kaji khususnya masyarakat Islam,” bebernya.
Lebih lanjut, Kiai Marsudi mengingatkan bahwa nash Alquran dan hadits yang menjadi rujukan utama ajaran Islam bersifat statis. Namun demikian berbeda dengan penafsiran atas kedua sumber tersebut.
Oleh sebab itu, pengawasan terhadap pemahaman dari kedua sumber otoritatif di atas harus terus dilakukan.
Diharapkan juga Rakornas ke-II KPPP MUI mampu menghasilkan rekomendasi yang dapat memberikan kemaslahatan bagi umat Islam di Indonesia. (Isyatami Aulia, ed: Nashih)