JAKARTA– Penetapan Biaya Pendaftaran Ibadah Haji (BIPIH) atau biaya yang harus dibayarkan calon jamaah pada 2023 ini dari aspek fatwa dan UU PKH masih menyisakan catatan dari sisi keagamaan.
Demikian disampaikan Prof Asrorun Ni’am Sholeh dalam pidato ilmiah pengukuhan Guru Besar Bidang Ilmu Fikih UIN Jakarta di Auditorium Utama Harun Nasution UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Rabu (22/02/2023).
Sebelumnya, Komisi VIII DPR RI dan Pemerintah pada Rabu (15/02/2023) telah menetapkan BIPIH lebih rendah dari usulan semula yakni sebesar 49,8 juta rupiah. Komisi VIII DPR RI dan Pemerintah menjelaskan formulasi pembiayaan haji 55,3% dibayar jamaah dan 44,7% diambil dari nilai manfaat.
Nilai manfaat tersebut diambil dari tahun berjalan dan akumulasi Nilai manfaat yang dikelola Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).
“Sebagian nilai manfaat yang digunakan tahun ini dan tahu sebelumnya, dalam riset saya, berasal dari dana calon jamaah lain yang belum berangkat. Padahal secara fikih, nilai manfaat dari pengembangan uang setoran calon jamaah haji tersebut adalah milik calon jamaah secara personal, ” ujar Ni’am saat menyampaikan pidato Guru Besar.
Ketentuan ini, jelas Ni’am, ditegaskan dalam Keputusan Ijtima Ulama tahun 2012 dan dalam Pasal 26 huruf F yang mengatur kewajiban BPKH yaitu “Membayar nilai manfaat setoran BPIH dan/atau BPIH Khusus secara berkala ke rekening virtual setiap Jemaah Haji”.
Dalam pidato tersebut, Ni’am menjelaskan bahwa fatwa MUI terkait masalah keuangan haji ini menjadi salah satu rujukan dalam penyusunan UU Pengeloaan Haji. Keputusan Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia 2012 tentang Status Kepemilikan Dana Setoran BPIH Haji Yang Masuk Daftar Tunggu (Waiting List).
“Fatwa ini menjadi salah satu rujukan keagamaan dalam penyusunan UU Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji. Substansi ketentuan dalam Ijtima Ulama diserap dalam Pasal 6 dan Pasal 7 UU Pengelolaan Keuangan Haji”, ujarnya.
Pasal 6, ungkap Ni’am, menjelaskan kedudukan BPKH sebagai wakil yang sah dari jamaah haji dalam menerima setoran BPIH dan juga mengelolanya.
Sedangkan Pasal 7 menegaskan bahwa “setoran BPIH dan/atau BPIH Khusus merupakan dana titipan Jemaah Haji untuk penyelenggaraan Ibadah Haji”.
“Jadi status uang tersebut belum milik Pemerintah. Dua pasal dalam UU Pengelolaan Keuangan Haji ini menjelaskan posisi dan kedudukan hukum dana setoran haji dan nilai manfaat hasil pengembangannya,” terangnya.
Hadir dalam pengukuhan Guru Besar tersebut Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin, Menteri Pemuda dan Olahraga, Zainudin Amali, Menteri PANRB Abdullah Azwar Anas, Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid Saadi, Wakil Ketua Umum MUI, Buya Anwar Abbas dan KH Marsudi Syuhud, Sekretaris Jenderal MUI Amirsyah Tambunan, Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti, Ketua Umum Al-Irsyad al-Islamiyah Faishal Madhi, Ketua KPAI Ai Maryati, Ketua KPPU Afif Hasbullah, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron, Kapala BKN Haria Bima, Wakil Ketua Komnas HAM Abdul Haris Semendawai, Wakil Ketua Komisi VII DPR Anggia Ermarini, beberapa Anggota Komisi VIII DPR RI, para pejabat tinggi utama dan madya serta pratama, dan puluhan rektor perguruan tinggi. (Junaidi/Azhar)