JAKARTA— Guru Besar Psikologi Islam UIN Jakarta, Prof Abdul Mujib, menyampaikan pentingnya empat aspek dalam pernikahan. Pernikahan yang baik dapat terwujud jika melibatkan empat aspek tersebut.
Hal itu dia sampaikan dalam dalam Seminar Pra-Nikah Lembaga Pusat dakwah dan Perbaikan Akhlak Bangsa (PDPAB) Majelis Ulama Indonesia yang berlangsung di Aula Buya Hamkan Gedung MUI Pusat, Jakarta akhir pekan lalu, Sabtu (11/2/2023).
“Pernikahan yang baik adalah pernikahan yang melibatkan empat aspek, yaitu aspek fisik, psikologis, sosilogis dan spritual,” kata dia dikutip MUIDigital dari TVMUI, Selasa (14/2/2023).
Menurut Prof Mujib, aspek fisik menjadi penting karena anak lahir dibentuk oleh sperma dan ovum dari sang ayah dan ibu. Secara psikologis, pernikahan perlu untuk dibangun berdasarkan kecintaan dan dan kasing sayang antara laki-laki dan perempuan.
Dia menyayangkan jika hubungan pernikahan yang tidak dibangun dengan cinta kasih. “Akibatnya banyak masalah. Tidak mau punya anak. Anaknya mau diaborsi, atau pola asuh yang salah,” ujarnya.
Pernikahan secara sosiologis adalah perpaduan dari budaya yang disatukan dalam cinta kasih kedua insan.
Secara spritual juga, Prof Mujib menekankan pernikahan adalah ikatan berdasarkan iman. Aspek agama menjadi perekat jika terjadi masalah fisik, psikologis, dan sosial.
“Maka segala kekurangan fisik pasangan akan diterima oleh kita berdasarkan pada kekuatan iman dan kasih sayang,” paparnya.
Menjawab fenomena pernikahan beda agama, Prof Mujib menyebut hal tersebut sangat berbahaya bagi keberlangsungan dan keutuhan suatu rumah tangga. Itu akan berdampak pada pola hidup dan gaya hidup dari masing-masing pasangan.
Menurutnya, perbedaan dalam pernikahan adalah wajar. Justru pernikahan untuk mempertemukan antara perbedaan itu. Tapi perbedaan yang sifatnya instrumental seperti fisik, psikologis, dan sosial, serta tidak perbedaan yang fundamental seperti perbedaan agama.
“Tanamkan bahwa pernikahan itu adalah hubungan selamanya. Jangan membina rumah tangga hanya pertimbangan yang sifatnya sementara,” kata Prof Mujib menjelaskan. (A Fahrur Rozi, ed: Nashih)