JAKARTA— Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Kaderisasi mendorong solusi terbaik terkait dengan rencana kenaikan biaya perjalanan ibadah haji (Bipih) yang diajukan Kementerian Agama sebesar Rp 69 juta.
“Komisi 8 DPR masih membahas masalah ini, baik masalah transportasi pesawat maupun masalah katering dan sebagainya,” kata dia, dikutip dari Youtube TVMUI Senin (6/2/2023) , dalam kegiatan Halaqah Mingguan Komisi Infokom MUI, Rabu (1/2/2023) lalu.
Padahal, kata dia, masalah transportasi pesawat menjadi hal yang sangat memprihatinkan karena membayar dua kali untuk tiket saat berangkat dan dua kali untuk tiket saat pulang.
Dia menyarakan, agar maskapai penerbangan Saudia dan Garuda tidak mengeruk keuntungan dari nilai avtur di waktu senggang, harus diperjelas bahwa itu adalah aditif. Namun, pembayaran dengan nilai avtur yang digunakan pesawat itu sendiri yang menjadi masalah.
Dia mengungkapkan, dampak dari rencana kenaikan Bipih tahun ini, tidak semua orang yang berencana pergi haji memiliki kemampuan. Beberapa orang tidak memiliki sarana karena mereka telah menabung begitu lama dengan harapan mereka dapat pergi ketika saatnya tiba, tetapi tiba-tiba muncul rencana kenaikan Bipih tersebut.
“Dulu perbandingan (subsidi) nya 41:59, sekarang 70:30, jadi harus dicarikan solusi untuk masalah ini karena jika ini dibiarkan terus, masyarakat akan selalu menanyakan terkait dana haji di BPKH yang nilainya seratus enam belas triliun, dikemanakan?” ungkapnya.
Dia menjelaskan, terkait penggunaan dana manfaat haji, meski sama-sama menunggu 10 atau 12 tahun, jamaah yang berangkat sekarang mengambil sebagian keuntungan dari jamaah yang akan berangkat beberapa tahun ke depan.
Maka menurut Kiai Jaidi, ini perlu dijelaskan secara jelas dan transparan sehingga tidak timbul kesan-kesan dari para calon jamaah haji, yang kemudian mereka ini merasa terusik dengan permasalahan-permasalahan terkait halal haramnya.
“Padahal dia sekian tahun sama-sama menunggu artinya nilai keuangan yang disetorkan sama-sama berkembang ini yang perlu menjadi sebuah catatan,” ujar dia.
Kiai Jaidi juga menggarisbawahi terkait waktu 40 hari jamaah haji di Arab Saudi. Menurut dia, persoalan tersebut sudah pernah menjadi kajian. Memang permasalahannya bukan terletak pada masa domisili di Arab Saudi, melainkan masalahnya berkenaan dengan regulasi keberangkatan dan kepulangan dengan jumlah jamaah haji yang ratusan ribu itu. “Kalau ada dua airport (menampung kedatangan jamaah dalam periode sama) di Arab Saudi bisa menampung lebih, mungkin regulasinya akan lebih mudah,” ujar dia.
Nadilah