JAKARTA – Masjid Blangkon Al-Fath Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan Masjid yang memiliki konsep arsitek berbasis simbol budaya dan kearifan lokal.
Hal ini disampaikan oleh Direktur Masjid Blangkon DIY, Prof Muhammad dalam sesi diskusi yang bertajuk “Halaqah Arsitektur dan Tata Kelola Islamic Center” pada Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Bidang Ukhuwah Komisi Ukhuwah Islamiyah Majelis Ulama Indonesia (MUI) di Jakarta, Selasa (27/12/2022).
“Simbol budaya dan kearifan lokal menjadi identitas kota Yogyakarta yang tidak bisa dipisahkan. Bisa dilihat pula Masjid-masjid kuno yang ada di Yogyakarta begitu sarat dengan budaya-budaya masyarakat lokal, ” jelas Ketua Dewan Masjid Indonesia wilayah Yogyakarta itu.
Kearifan lokal yang mengandung nilai ajaran agama dan nilai luhur tersebut, menurut Prof Muhammad, dijalankan secara mentradisi untuk menandai ketinggian budaya dan peradaban masyarakat setempat sehingga dijadikan sebagai pegangan hidup.
Misalnya di Masjid Kauman Yogyakarta, Prof Muhammad menuturkan, pada pagar bagian atas masjid disimbolkan dengan waluh. Hal ini sebagai perwujudan dari masyarakat Jawa kuno yang kesulitan mengucapkan lafadz Allah SWT.
Pada akhirnya, Sunan Kalijaga menggagas simbol waluh, agar masyarakat terbiasa mengucapkan “Wallahu”.
“Ada empat simbol budaya dan kearifan lokal Yogyakarta yang dijadikan sebagai arsitek Masjid Blangkon al-Fath, yaitu blangkon, keris, batik, dan nasi tumpeng, ” tuturnya.
Dalam sesi diskusi, Prof Muhammad turut merinci makna empat simbol tersebut.
Pertama, blangkon melambangkan cara berpikir, eksistensi, kedudukan, keindahan, ketekunan, ketelitian, dan kesabaran.
Kedua, keris merupakan manifestasi dari keadilan, kebijaksanaan, ketauhidan, serta berwawasan luas.
Ketiga, batik menggambarkan keindahan, keterbukaan, idealisme dan identitas masyarakat.
Keempat, nasi tumpeng merupakan simbol dari kemakmuran.
“Tak hanya sarat akan budaya, kami juga tengah berupaya mengembangkan eco-Masjid. Tentunya langkah ini guna menggalakkan Masjid yang ramah lingkungan, khususnya dalam menggunakan energi yang menghasilkan emisi karbon, ” ungkapnya.
Prof Muhammad berharap Masjid Blangkon al-Fath dapat menjadi contoh dan inspirasi bagi para pengurus Masjid yang ada di Indonesia.
Dia menilai, Masjid bukan sekedar tempat suci untuk beribadah, akan tetapi harus juga berfungsi sebagai pergerakan dan pengembangan masyarakat dalam ragam sektor kehidupan, seperti budaya, ekonomi, hingga pendidikan.
(Isyatami Aulia/Azhar)