JAKARTA— Ketua MUI Bidang Fatwa, KH Asrorun Niam Sholeh, menegaskan bahwa percepatan halal saja tidak cukup dalam mendukung ekosistem halal, yang lebih penting adalah ketepatan halal. Hal itu dia sampaikan dalam pembukaan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Komisi Fatwa MUI 2022.
Dia menyebut, istilah halal sebelum kerap muncul di bidang ekonomi sejatinya adalah istilah dalam agama. Dalam istilah agama saja, istilah halal juga dianggap begitu penting dan separuh agama.
“Sertifikasi halal dari proses pengadministrasian urusan keagamaan terkadang potong kompas, melihat pokoknya cepat, sementara ada persyaratan tertentu terkait kepatuhan aspek syar’i yang tidak mungkin di-bay pass begitu saja, ” ujarnya Senin (05/12) di Hotel Double Tree, Jakarta.
Dia mencontohkan, ketika penyusunan UU Jaminan Produk Halal dan UU Cipta Kerja, salah satu usaha percepatan halal adalah dengan memunculkan konsep self declare (pengakuan mandiri). Self declare ini menimbulkan pertanyaan karena tidak jelas siapa yang akan menjamin kehalalan. Dia menyebut, satu-satunya jalan untuk self declare itu tidak melalui pemeriksaan halal namun melalui pendampingan produk halal.
Sampai saat ini, ujar dia, sudah ada 38 LPH yang telah ditetapkan BPJPH. Pada satu sisi, banyaknya LPH ini akan meringankan beban dan memperluas jangkauan pelayanan sertifikasi halal. Namun, Kiai Niam mengingatkan agar ketepatan tetap harus dipertahankan.
“Memang secara umum pentingnya menjaga kuaitas dan Komisi Fatwa selalu jadi palang pintu terakhir dalam sertifikasi halal. Terlepas dari beberapa masalah yang ada, termasuk keuangan, penting bagi kita melakukan evaluasi dan konsolidasi untuk menyambut tantangana jaminan produk halal ini, ” tegasnya.
Dia menyampaikan, konsolidasi ini juga untuk penguatan internal Komisi Fatwa. Dulu administrasi halal melalui LPPOM MUI namun sekarang sepenuhnya di Komisi Fatwa. Karena itu, kata dia, perlu ada penguatan tata kelola secara internal sehingga bisa menyampaikan gerak langkah. (Azhar)