JAKARTA–Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Dakwah dan Ukhuwah KH Cholil Nafis menyebut bahwa di dalam masjid boleh membicarakan politik, tetapi tidak boleh dukung mendukung.
Kiai Cholil menerangkan, tidak bolehnya dukung mendukung dalam masjid karena ada potensi perpecahan umat karena perbedaan pilihan politik.
Oleh karenanya, Kiai Cholil menjelaskan bahwa masjid harus bisa bicara mengenai polotik keadaban serta mengikat dan menyatukan para jamaahnya meskipun terdapat perbedaan dalam hal politik.
“Soal qunut dan tidak qunut saja banyak gak ke masjid. Karena harus mengikat jamaah, jadi masuk ke masjid bisa berbeda politik,” kata Kiai Cholil dalam Sosialisasi Penguatan Dakwah Islam Wasathiyah Bagi DKM Masjid Perkantoran se-DKI Jakarta, Jumat (25/11/2022).
Kiai Cholil menegaskan, hal tersebut bukan berarti agama tidak boleh berurusan dengan politik. Menurutnya, siapa pun memiliki tanggungjawab
untuk berpolitik.
“Kita tetap bicara politik keadaban. Jadi kekuasaan yang kita rangkum untuk umat. Jadi siapa pun punya beban untuk berpolitik, tapi politik ada keterlibatan dalam memperbaiki negara dan memperbaiki umat, itu politik,” tegasnya.
Menurutnya, berpolitik tidak hanya menjadi politisi saja. Hal itu dikarenakan manusia merupakan makhluk politik.
“Karena kita memang membutuhkan politik. Amar maruf nahi mungkar, itu politik. Itu tugas kita,” paparnya.
Kiai Cholil mengingatkan, tindakan dukung mendukung di dalam masjid berpotensi memunculkan firqah-firqah atau kelompok-kelompok.
Pengasuh Pondok Pesantren Cendekia Amanah ini mengungkapkan, ketika itu Rasulullah SAW melihat orang berjualan di dalam masjid.
Kemudian, Rasulullah SAW berdoa agar orang tersebut tidak beruntung. “Apa berbisnis itu jelek? Tidak. Tapi di masjid tidak untuk berbisnis,” jelasnya.
“Ini baru kita menjalankan fungsi masjid dalam peradaban. Jadi nilai-nilai kemanusiaan disampaikan, politik yang baik disampaikan, tetapi jangan (serukan dalam masjid) pilih yang A dan pilih yang B,” tegasnya.
Kiai Cholil mencontohkan tentang Alquran yang diyakini umat Islam sangat baik tetapi tidak boleh dibawa ke kamar mandi. Begitu juga dengan berpolitik yang baik, tetapi tidak boleh masuk ke dalam masjid.
“Diluar (masjid) silahkan dilakukan karena itu hak. Masjid (harus) dijadikan sebagai pusat kebangkitan umat, bagaimana kita ini bisa membagikan inspirasi, fondasi dan nilai-nilai dibangun dari masjid,” paparnya.
Di hadapan para pengurus masjid tersebut, Kiai Cholil berharap, masjid bisa seperti pemancar agar dapat menjadikan pedagang yang jujur, birokrat yang bekerja sepenuh hati, serta memancarkan pada umat agar menjadi satu.
“Kalau masjidnya sudah dipecah-pecah, dimana kita akan menjalin persatuan umat kita? Dari masjid kita bisa membangun kaderisasi, siapa ke depan yang akan kita dukung untuk kebaikan adalah generasi kita,” pungkasnya.
(Sadam Al-Ghifari/Angga)