BANDUNG— Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) melakukan kegiatan pembekalan bagi pengurus Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) kampus di Kota Bandung.
Kegiatan yang berlangsung pada Senin (3/10/2022) ini digelar di Universitas Islam Negeri Bandung bekerja sama dengan Komisi Dakwah MUI Kota Bandung.
Ketua Komisi Dakwah MUI, KH Ahmad Zubaidi, mengatakan kedudukan DKM dalam berdakwah sangat strategis.
“Karena DKM adalah penyelenggara dakwah yang dapat menentukan siapa dai yang diundang dan apa topiknya,” kata kiai Zubaidi dalam keterangannya yang diterima MUIDigital, Rabu (5/10/2022).
Kiai Zubaidi mengungkapkan, persoalan dalam berdakwah selama ini adalah adanya dai yang menyampaikan dakwah dengan nada yang keras, tidak santun dan bermuatan provokatif.
Bahkan, kata dia, ada juga dai yang membuat konten dakwahnya untuk melemahkan NKRI dan Pancasila.
“Maka bagi DKM Kampus mudah saja menyetop dakwah model seperti ini dengan cara mengganti dainya dengan dai yang Wasathiyah,” jelasnya.
Oleh karenanya, kiai Zubaidi menilai bahwa pentingnya para DKM Kampus ini memiliki pemahaman mengenai konsep dakwah Islam Wasathiyah.
“Sehingga dapat menyelenggarakan dakwah di masjid kampus dengan dakwah yang wasathiyah, yang akan mencerahkan dan meningkatkan pemahaman agama para mahasiswa dan semua civitas akademika, mengokohkan NKRI dan Pancasila,” kata dia
Lebih lanjut, dia mengatakan bahwa Islam Wasathiyah yang digaungkan MUI sejak selesai Munas di Surabaya tahun 2015 ini merupakan jihad dakwah.
Dia juga menyebut sepuluh poin penting dalam Islam Wasathiyah agar penafsirannya tidak berbeda-beda. “Tahun ini merupakan start point dalam meneruskan jihad dakwah berdasarkan Islam Wasathiyah tersebut. Dalam jihad tersebut, agar penafsirannya tidak berbeda-beda, ada 10 karakter jihad tersebut,” ujarnya.
Dia mengungkapkan sepuluh poin penting dalam karakteristik Islam Wasathiyah yaitu sebagai berikut tawaauth (mengambil jalan tengah), tawazun (berkesinambungan), i’tidal (lurus dan tegas), tasamuh (toleransi), musawah (egaliter non diskriminatif), syura (musyawarah), islah (reformasi), awlawiyah (mendahulukan yang prioritas), tathawwur wa ibtikar (dinamis, kreatif, dan inovatif), dan tahaddhur (berkeadaban). (Sadam, ed: Nashih)