JAKARTA—Wakil Ketua BPH DSN MUI Adiwarman Karim memprediksikan bakal ada tiga kelompok investor pada bank syariah yang dimiliki Bank Pembangunan Daerah (BPD) yang telah melaksanakan kewajiban spin off.
‘’Pertama investor yang saat ini memiliki fintech di Indonesia. Mereka ini memerlukan ekosistem yang lebih lengkap. Salah satu ekosistem yang mereka belum miliki adalah bank,’’ujarnya di sela-sela Workshop Pra Ijtima Sanawi DSN MUI ke-7, di Hotel Balairung, Jakarta Timur, Sabtu (24/9/2022).
Menurutnya, kelompok itu sedang mencari-cari bank kecil mana yang akan dijual. Apabila menemukannya, ujarnya, kelompok tersebut sangat siap untuk membeli.
‘’Kelompok investor ini berasal dari Jepang, China, dan Eropa mencari bank kecil yang mau dijual di Indonesia,’’ sambungnya.
Kedua, pakar ekonomi Syariah ini mengungkapkan bahwa bank umum syariah yang besar di Indonesia juga sedang mencari-cari bank ekonomi syariah yang dimiliki BPD yang telah spin off untuk bisa tumbuh secara organik.
‘’Sehingga mencari-cari kalau ada bank umum syariah hasil spin off BPD tadi yang mau dijual sebagian sahamnya kepada bank umum syariah yang ada di Indonesia ini. Sehingga, nanti bagus sekali perkembangannya,’’tutur dia.
Ketiga, lanjutnya, para pengelola dana besar seperti Jamsostek dan BPKH berpeluang untuk menjadi investor. Hal ini dikarenakan karena pengelola dana besar tersebut tidak akan lama bertahan di dalam bank umum.
‘’Tetapi fraizen investasinya setahun dua tahun, keluar mengambil keuntungan. Jadi InsyaAllah saya rasa spin off ini membawa berkah yang luar biasa sekali,’’tuturnya.
Dengan begitu, kata dia, BPD dan perekonomian Indonesia khususnya para perbankan dan OJK bisa lebih tenang karena modal BPD tambah kuat. Sebab, sampai sekarang ini BPD masih mengalami kesulitan.
‘’Berkah besar sekali untuk rakyat Indonesia, karena perbankan di Indonesia akan dikuasai oleh kita. Kita menjadi tuan rumah di negeri sendiri,’’ ujar dia.
Sementara itu,Ketua DSN MUI, KH Hasanuddin Maulana, mengatakan Workshop Pra-Ijtima Sanawi DSN MUI yang berlangsung hingga 28 September, dimaksudkan sebagai forum tahunan untuk mensosialisasikan Fatwa DSN-MUI dan regulasi terbaru terkait keuangan dan bisnis syariah, disamping untuk membahas berbagai persoalan-persoalan yang sering muncul dalam pengawasan syariah oleh DPS.
Kiai Hasan menyampaikan, Ijtima Sanawi (pertemuan tahunan) merupakan forum tahunan DSN MUI untuk mensosialisasikan fatwa maupun regulasi terbaru terkait keuangan dan bisnis syariah. Forum ini juga menjadi ajang pembahasan persoalan pengawasan syariah yang kerap muncul oleh Dewan Pengawas Syariah (DPS).
Karena itu, selain sosialisasi fatwa, kegiatan ini juga menjadi sosialisasi peraturan OJK, BI, maupun otoritas keuangan lain di Indonesia. Salah satu yang terbilang baru, karena menyangkut bisnis syariah, Kementerian Perdagangan juga akan mensosialisasikan peraturannya dalam forum ini.
Beberapa regulasi OJK yang akan disosialisasikan dalam forum ini antara lain tentang Batas Maksimum Penyaluran Dana, Penyaluran Dana Besar bagi Bank Umum Syariah, dan Layanan Keuangan tanpa Kantor dalam Rangka Keuangan Inklusif (Laku Pandai).
Ada pula tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah, Lembaga Pengelola Informasi Perkreditan (LPIP), Penyelenggaraan Teknologi Informasi oleh Bank Umum dan Bank Umum Syariah.
Kiai Hasan menambahkan, ijtima ulama kali ini menjadi khas karena mengangkat beberapa kasus riil yang dihadapi DPS saat melakukan pengawasan syariah. Beberapa kasus tersebut antara lain Pengendapan Nominal Tertentu dari Pembiayaan Murabahah, Murabahah Payroll, Kewajiban Spin Off Unit Usaha Syariah (UUS), Pembatalan Mudharabah dan Musyara
Pembiayaan Kelompok dengan Skema Tanggung Renteng, Pembiayaan Haji, Spin off dalam Asuransi, Badan Hukum Dana Tabarru’, Implementasi Akad Wakalah Bil Ististmar dalam Penerbitan Sukuk, Model Implementasi Sukuk Wakaf, Problematika Restrukturisasi Sukuk juga tidak luput dari pembahasan pra ijtima sanawi DSN MUI kali ini.
“Melalui Pra Ijtima Sanawi ini, kami berharap fatwa DSN MUI dapat diketahui dan dipahami sehingga menjadi dasar bagi DPS untuk melakukan pengawasan di bidangnya masing-masing, ” pungkasnya. (Sadam Al-Ghifari, ed: Nashih)