JAKARTA— Workshop pra ijtima sanawi Dewan Syariah Nasional MUI ke-tujuh menyepakati Unit Usaha Syariah (UUS) wajib melakukan spin off. Spin off merupakan pemisahan UUS menjadi Bank Umum Syariah (BUS).
Kegiatan Pra Ijtima Sanawi merupakan agenda rutin penting DSN MUI selain Rapat Pleno dan Ijtima Sanawi. Kegiatan Pra Ijtima Sanawi menjadi ruang sosialisasi Fatwa Ekonomi Syariah yang telah ditetapkan DSN MUI pada saat Rapat Pleno. Sementara Ijtima Sanawi merupakan kegitan satu hari sebagai seremonial pasca Pra Ijtima yang panjang.
Wakil Ketua BPH DSN MUI, Adiwarman Karim menyampaikan bahwa Pra Ijtima Sanawi DSN MUI menyepakati spin off adalah sebuah kewajiban. UU Nomor 21 Tahun 2008 tentang Bank Syariah juga memberikan tenggat waktu spin off sampai Juni 2023.
Ada tiga cara spin off yang bisa dilakukan UUS untuk menjadi BUS. Pertama, Perbankan Induk membangun bank baru untuk dijadikan BUS. Kedua, Perbankan Induk membeli (mengakuisisi) saham sebuah BUS. Ketiga, Perbankan Induk menjual saham UUS yang dimilikinya kepada sebuah BUS.
Adiwarman mengatakan, keberadaan UUS di Indonesia sejak lama menimbulkan pertanyaan dari ulama Malaysia, Yaman, maupun Yordania. Beberapa ulama di Indonesia juga ada yang mengharamkan adanya UUS karena merasa masih tercampur dengan Induknya yaitu Bank Konvensional.
“Dalam beberapa kajian yang disampaikan ulama di Indonesia ada dua kesimpulan, pertama UUS ini hukumnya haram, kalau dibolehkan maka itu hanya bersifat tadrij (tahapan), kemudian setelah itu berdiri sendiri,” ujarnya kepada MUIDigital, Sabtu (24/09).
“Ada beberapa hal dalam UUS yang ditoleransi kesyariahannya karena tadrij itu, ini sebuah tahapan untuk bisa mandiri (menjadi BUS),” imbuhnya.
Dia menyampaikan, toleransi karena tadrij itu ada batasnya. Kalau dihitung berdasarkan UU Nomor 21 Tentang Perbankan Syariah, maka toleransi itu sudah berjalan 13 tahun. Jika dihitung berdasarkan Bank Syariah pertama ada di Indonesia, maka sudah 25 tahun. Maka toleransi tersebut harus dibatasi dengan spin off pada Juni 2023 sesuai UU Perbankan Syariah.
UUS, kata dia, memiliki 21 keistimewaan khusus. Kecukupan modal pada UUS di Indonesia dihitung berdasarkan modal induknya. Padahal, di luar negeri, seperti di Malaysia, berdasarkan modal UUS-nya. Demikian pula yang terjadi pada Batas Maksimum Penyaluran Dana (BMPD) UUS di Indonesia.
“21 keistimewaan yang dinikmati oleh UUS selama 21 tahun ini, menurut ilmu fiqh berupa tadrij itu tahapannya sudah selesai, sudah tidak bisa terlalu lama, dan tidak bisa terus menerus ditoleransi,” tegasnya.
Dia berharap, Pemerintah maupun DPR dan stakeholder terkait tidak menunda spin off yang dijadwalkan maksimal Juni 2023 seperti tertera dalam UU Perbankan Syariah.
“Bulan Juni 2023 adalah batas terakhir spin off seluruh perbankan syariah yang ada dan juga kita harapkan di asuransi syariah dan lainnya,” pungkasnya. (Sadam Al-Ghifari/Azhar)