JAKARTA—Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan HAM (Menkopolhukam), Prof Mahfud MD, menyampaikan terdapat empat bentuk seorang Muslim untuk menjadi mujahid.
Pertama, kata Mahfud, beribadah kepada Allah SWT melaksanakan ibadah mahdoh dengan baik seperti sholat lima waktu, puasa, dan sholat tahajud .
“Kedua, akhlak di dalam pergaulan,” kata Mahfud saat memberikan sambutan dalam kegiatan Kick Off Kongres Mujahid Digital dan Konsolidasi Infokom MUI se-Indonesia, di Graha Mental Spiritual, Jakarta Pusat, Rabu (31/8/2022).
Mahfud menjelaskan bahwa jihad bukanlah melakukan perang dengan membawa pedang dengan mengucap takbir sampai menakuti dan melukai orang. “Bukan gitu jihad, jihad itu akhlak,” tegas Mahfud.
Ketiga, kata dia, muamalah dengan berlaku sopan, menghargai dan toleran terhadap orang lain.
Keempat, lanjutnya, dengan melakukan dakwah yang juga sekaligus sebagai mujtahid yaitu orang yang berjihad dengan akal pikiran.
Menurut Mahfud, keempat bentuk jihad tersebut tidak bisa tidak, harus segera dilakukan apalagi melalui dunia digital.
“Tugas kita adalah menjadi pejuang. Kalau mau jadi Islam yang baik harus menjadi mujahid (atau) pejuang,” kata Mahfud.
Mahfud menerangkan, ada sebuah Nabi SAW. Dalam hadist tersebut dikatakan, ada seorang lak-laki yang bertanya pada Rasululullah SAW.
Seorang laki-laki tersebut bertanya apa saja amalan yang paling dicintai Allah SWT?
Kemudian, kata Mahfud, Rasululullah SAW menjawab bahwa amal yang paling dicintai Allah adalah sholat tepat waktu, hormati orang tua dan berjihad menjadi mujahid di jalan Allah SWT.
“Orang Islam yang benar itu yang menjadi mujahid. Hanya saja, jihad itu jangan diartikan sempit,” paparnya.
Pada awal era Orde Baru 1970-an, ungkap Mahfud, muncul bahwa jihad itu diistilahkan sebagai komando jihad yang berarti komando untuk berperang atau perang fisik. “Padahal jihad itu kan tidak harus dengan perang fisik. Perang fisik itu suatu keterpaksaan,”ujarnya.
Bahkan, terang Mahfud, dalam hukum zakat, orang yang berjihad menjadi satu dari delapan yang berhak menerima zakat.
“Karena orang berjihad itu harus dihargai. Kalau tidak bisa berjihad dengan hartanya karena kemiskinanya, bisa dalam bentuk lain,” ujarnya. (Sadam Al-Ghifari, ed: Nashih)